Ketua Agupena Semarang

Ketua Agupena  Semarang
Roto, S.Pd

Anda Ingin Menulis Artikel?

Jumat, 12 Maret 2010


Oleh ROTO
“SIAPA Takut!” Penulis merasa bahagia sekali Anda tertarik pada judul artikel ini. Artinya satu langkah ke depan telah Anda lakukan. Membaca dan menulis adalah kebutuhan mutlak manusia yang tidak akan pernah ditinggalkan. Menurut Abraham Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memiliki 5 kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis; rasa aman; rasa kasih sayang & rasa memiliki; harga diri; dan kebutuhan akan aktualisasi diri.

Maka, membaca dan menulis dapat penulis tafsirkan termasuk kebutuhan akan aktualisasi diri. Dengan membaca dan menulis, menunjukkan bahwa kita adalah manusia terbuka dan mau berubah, dari tidak baik menjadi baik. Bahkan dari tidak bisa menjadi bisa. Betapa nisbinya jika sampai pada “hari gini” tidak mau berubah, dalam arti mau menerima perubahan positif, menurut kaca mata norma bangsa Indonesia, terlebih norma agama yang beradab dan bermoral. Luar biasa! Kata-kata bijak tersebut akan mengubah Anda menjadi luar biasa.

Mau bukti Thomas Alfa Edison adalah orang yang luar biasa karena dari tidak bisa menjadi bisa. Dengan membaca dan membaca, trail and error akhirnya ia mampu menciptakan lampu pijar. Berkat merekalah dunia ini menjadi terang benderang, orang mampu membaca di kegelapan malam. Dengan lampu pijar dan atau listrik kita sangat dekat dengan bangsa lain di dunia, mulai dari Singapura, Eropa, Amerika, bahkan sampai dengan planit lain.

Dengan membaca dan menulis, dengan telphone, handphone, televisi, internet, kita menjadi orang yang terlibat secara langsung dengan bencana tsunami Aceh, Jogja/Bantul, Tasikmalaya, dan yang terbaru adalah bencana Padang Sumatera Barat. Betapa menderita saudara-saudara kita yang ada di Padang. Maka tergerak hati kita untuk ikut meringankan beban saudara-saudara kita yang sedang dilanda bencana.
Tentara Nasional Indonesia, dapat dijadikan panutan karena merekalah berada pada garda terdepan dalam menyikapi tanggap darurat bencana. Kebersamaan selanjutnya merambah pada relawan dari berbagai organisasi mahasiswa, pelajar, anak-anak TK, bahkan relawan dari manca negara juga membantu kepada saudara kita di Padang. Rasa cinta, persatuan, sepenanggung, senasib, layak kita ke depankan, lestarikan dan kembangkan demi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Apa korelasinya bencana dengan menulis artikel? Melalui artikel, penulis terpanggil untuk ikut aktif terlibat di dalamnya. Baik membantu materi sekadarnya, menggerakkan peserta didik, masyarakat dan organisasi PGRI, untuk berbagi rasa dengan mengumpulkan dana seikhlasnya.

Selain itu, penulis ingin membagi pengetahuan di bidang menulis artikel. Dengan maksud, dapat dijadikan rujukan atau paling tidak sebagai bahan banding dalam mengungkap permasalahan kehidupan. Bermula dari melihat keganjilan pada kehidupan, kemudian penulis tuangkan dan dikirim ke media koran kolom surat pembaca ternyata mampu terbit. Itulah pengalaman perdana sangat membanggakan sekaligus mengharukan.

Artikel Pertama
Dengan semangat pantang menyerah, yaitu menulis berulang-ulang ke berbagai koran, yang tidak sempat penulis hitung berapa jumlahnya. Akhirnya datang juga kebahagian yang tidak ternilai harganya. Ternyata artikel penulis pertama kali mampu terbit di koran nasional Kompas, 12 Maret 2007 dengan judul: “Penantian Panjang Kesejahteraan Guru.” Selanjutnya April 2007 artikel yang ke dua terbit di majalah Derap Guru Jateng.

Penulis sempat down, karena artikel penulis selama 11 bulan tidak mampu terbit. Akhirnya pada bulan ke 12, April 2008 kebahagiaan datang juga, karena artikel penulis terbit kembali pada majalah Derap Guru. Selanjutnya melalui kolom: “Untukmu Guruku” pada Jawa Pos Radar Kudus, Radar Semarang mampu terbit di setiap minggunya, hingga mencapai 17 kali terbit. Selanjutnya artikel penulis mampu terbit di koran Wawasan, Suara Merdeka, Derap Guru dan Kompas.

Kepuasan menulis artikel tidak pernah berakhir, maka dengan rendah hati penulis selalu berupaya agar pengetahuan ini selalu meningkat. Jalan paling sederhana yaitu melalui membaca artikel, menulis artikel, merevisi dengan teman, guru bahasa dan seterusnya. Membaca dan menulis adalah kebutuhan tidak terbatas, sekalipun menjelang tidurpun kita harus selalu membaca. Apa yang perlu dibaca?
Mulai dari membaca koran, terutama kolom artikel, membaca situasi pergaulan di kantor, di masyarakat, di ruang workshop, di pasar, di jalan, di mall, di objek wisata, di bidang politik, hukum, dan terlebih bidang pendidikan, bahkan dalam keluarga sekalipun kita harus membaca. Agar kualitas kehidupan selalu meningkat, baik kualitas di bidang pekerjaan, kemasyarakatan dan terlebih di bidang pendidikan serta bidang agama.

Apalah artinya kekayaan harta yang melimpah, jika yang maha kuasa menghendaki seperti contoh bencana tsunami, Lumpur Lapindo, Jogja/Bantul, Tasikmalaya Jawa Barat, bahkan kasus terbaru bencana Padang Sumatera Barat. Tentu kita hanya pasrah jiwa raga, kecuali amal ibadahlah yang kelak akan mampu menolong kehidupan kita di alam akherat setelah alam dunia.

Kata orang bijak: “Beramallah sebanyak-banyaknya seakan-akan esuk akan mati.” Ya mati, mati adalah kata akhir dari kehidupan. Kata bijak berikutnya orang yang bermanfaat adalah mampu membantu dan atau berguna bagi orang lain. Nerakalah bila kehidupan kita tanpa berguna bagi orang lain. Maka berbuat amal kebajikan dan kesolehan, jalan paling sederhana diantaranya menulis artikel.
Dengan menulis artikel dapat ditafsirkan sebagai amal kebajikan dan kesolehan di dunia. Semakin tinggi derajat perilaku, moral, dan agamanya, maka semakin dalamlah isi materi yang tertuang dalam artikelnya. Artinya amal ibadahnya semakin tinggi pula.

Dengan selesainya Anda membaca artikel ini, berarti telah melakukan langkah kedua, sedang langkah ke tiga adalah mau menulis, langkah keempat mau mengirim ke media koran. Langkah ke lima adalah jangan pernah berfikir berhenti menulis, sebelum artikel Anda terbit di media masa. Sekali lagi berhenti dari menulis berarti kehidupan telah “mati.” Jika menulis dapat dimaknai amal kebijakan dan kesolehan, berarti siapapun pribadinya tidak akan sia-sia jika mau menulis artikel. Bagaimana dengan Anda? ”Saya akan mencapai langkah tak terbatas, dalam hal menulis artikel dan bahkan menulis lain-lainnya.” Sekali lagi: ”Siapa takut.”


Ambarawa, 8 Januari 2010
Oleh Roto Email: roto_amb@yahoo.com
Pendidik SMP Negeri 1 Sumowono
Mahasiswa Pascasarjana UMS HP 085866260943.


BIOGRAFI SINGKAT PENULIS:
1. Penantian Panjang Kesejahteraan Guru, Kompas, 12 Maret 2007.
2. Aroma Program Sertifikasi, Derap Guru, April 2007.
3. Problem Fakta Kualitas Guru, Derap Guru, April 2008.
4. Bias Dampak Arus Informasi & Telekomunikasi, Jawa Pos Radar Kudus, 8 Mei 2008.
5. Susahnya Guru Memulai Menulis Artikel, Jawa Pos Radar Kudus, 19 Mei 2008.
6. Kekerasan Gank Nero Mencoreng Dunia Pendidikan, Jawa Pos Radar Semarang, 18 Juni 2008.
7. Problem Budaya Menulis, Derap Guru, Juli 2008.
8. Bali Deso Mbangun Deso Mampukah Menyejahterakan Masyarakat?, Jawa Pos Radar Semarang, 7 Juli 2008.
9. Kriteria Penentuan Peringkat Kelulusan Oleng?, Jawa Pos Radar Semarang, 14 Juli 2008.
10. Merombak Total Paradigma Study Tour, Jawa Pos Radar Semarang, 19 Juli 2008.
11. Mengejar Kemajuan Dalam Kemiskinan?, Jawa Pos Radar Semarang, 21 Juli 2008.
12. Sulitnya Menghentikan Uang SPI, Jawa Pos Radar Semarang, 25 Juli 2008.
13. Tingkatkan Kualitas Lulusan dengan Kelas Unggulan, Jawa Pos Radar Semarang, 27 Juli 2008.
14. Gonjang-Ganjing Pelaksanaan PPD 2008/2009, Derap Guru, Agustus 2008.
15. Mengadopsi Budaya Asing untuk Sekolah Kita, Jawa Pos Radar Semarang, 2 Agustus 2008.
16. Penyaji Makalah Dalam Seminar Nasional Mendongkrak Kualitas Pendidikan: “Mengadopsi
Budaya Asing Untuk Kualitas Pendidikan,” Hotel Telo Moyo Semarang, Mutiara Wacana, 3 Agustus 2008.
17. Sepuluh Penyakit Guru Membudaya, Jawa Pos Radar Semarang, 13 Agustus 2008.
18. Memaknai Anggaran Pendidikan 20 Persen dari RAPBN, Jawa Pos Radar Semarang, 19 Agustus 2008.
19. Anggaran Pendidikan 20 Persen Bagai Bola Liar, Jawa Pos Radar Semarang, 26 Agustus 2008.
20. Perjuangan Menembus Kokohnya Tembok Pangkat IV/b, Jawa Pos Radar Semarang, 14 September 2008.
21. Mendidik Kebersihan Melalui Lomba Lukis, Jawa Pos Radar Semarang, 17 September 2008.
22. Menghidupkan Ekskul Demi Talenta Siswa, Jawa Pos Radar Semarang, 16 Oktober 2008.
23. Mencegah Merebaknya Budaya Jalan Pintas, Jawa Pos Radar Semarang, 23 Oktober 2008.
24. Penyaji Makalah: Menggali Bakat Seni Lukis Siswa SMP/MTs Melalui Lomba Dalam Seminar,
MGMP Mapel Seni Budaya, di SMP 2 Ungaran 3 Juni 2009.
25. Peserta lomba Membudayakan Menulis Di Kalangan Guru, 25 Juni 2009, Agupena Jawa Tengah.
26. Menjebak Rakyat Dengan Program Pro Pendidikan, http://ispi.or.id, 10 Juli 2009.
27. Pergulatan budaya dalam pendidikan, Wawasan, 30 Juli 2009.
28. Membuncahnya Pendidikan Gratis, Agupena Jateng, 18 Agustus 2009.
29. Saatnya Menjadikan Ambarawa Kota Pendidikan, Agupena Jateng, 18 Agustus 2009.
30. Dibalik Tawa & Duka Mbah Surip, Agupena Jateng, 18 Agustus 2009.
31. Ambiguitas Pendidikan Gratis, Suara Merdeka, 20 Agustus 2009.
32. Bermimpi Ambarawa Menjadi Kota Pendidikan, Buletin Pustaka, Kabupaten Semarang, 1/9/2009.
33. Merefleksi Hantu Akreditasi Sekolah, Kompas Jateng, 9 September 2009.
34. Plus Minus Pengelompokkan Kelas Unggulan, Derap Guru, September 2009.
35. Embung dan padat karya, Wawasan, 1 Oktober 2009.
36. Renungan di balik bencana Padang, Wawasan, 15 Oktober 2009.
37. Telada itu masih ada, Wawasan, 6-11-2009.
38. Berebut jarum CPNS dalam jerami, Wawasan, 19-11-2009.
39. Siapa pemenang serial Gatutkaca vs Dursasana?, Wawasan, 5 Desember 2009.
40. Merajut Jejak Problem Seni Budaya, Jawa Pos Radar Semarang, 21 Desember 2009.
41. PTP: Penerapan Belajar Kooperatif Untuk Peningkatan Prestasi Belajar Materi
Praktik Melukis Kreasi Bagi Siswa SMP Negeri 1 Sumowono
Pendidikan
13 Maret 2010
Tak siap dalam Globalisasi Pudarkan Budaya Akademik
YOGYAKARTA - Ketaksiapan perguruan tinggi (PT) menghadapi arus globalisasi akan memudarkan nilai-nilai budaya di kampus, termasuk budaya akademik. Di masyarakat, ketidaksiapan tersebut tak mustahil menimbulkan ketegangan sosial yang cenderung memicu konflik etnis, separatisme, disintegrasi bangsa, primordialisme, dan eklusivisme.

Ketua Majelis Guru Besar (MGB) UGM Prof Drs Suryo Guritno MStats PhD mengemukakan hal itu saat membuka pertemuan koordinasi MGB/DGB dari enam PT BHMN di Balai Senat UGM, Kamis (11/3). Itu menjadi tantangan bagi PT di Indonesia.

”Tantangan itu berupa upaya mempersiapkan karakter sumber daya manusia untuk mewujudkan daya saing dan martabat bangsa dalam menghadapi perkembangan kebudayaan dunia tanpa batas,” katanya.

Dia menyatakan beberapa PT gamang menentukan sikap dan strategi yang tepat untuk menjawab tantangan tersebut. Mengingat, ketidakmantapan dan kekurangmapanan unsur-unsur nilai budaya yang dimiliki. Apalagi ketika PT harus menghadapi persaingan di masyarakat dan dunia internasional.
Pendidikan Karakter Karena itu, dia menilai pertemuan yang diikuti delegasi UI, Universitas Pendidikan Indonesia, ITB, UGM, USU, dan IPB tersebut sebagai langkah tepat. Apalagi tema pokok pertemuan adalah ”Kualitas Manusia Indonesia: Upaya Pendidikan Karakter Bangsa”.

Tema itu, kata dia, sangat relevan dengan kondisi saat ini. Sebab, peran dan tugas PT dalam menghadapi tantangan perubahan zaman dan arus globalisasi cenderung memudarkan kesadaran berbudaya di masyarakat dan kampus.
”Peserta pertemuan hendaknya mengkaji persoalan mendasar itu secara berkelanjutan sehingga dapat menemukan dan merumuskan pendidikan karakter bangsa yang ideal,” kata dia.

Pertemuan itu dua hari di kampus UGM itu didukung Direktorat Jendeal Pendidikan Tinggi. Pembicara adalah Prof Ritha Dalimunthe (USU), Prof Ir Sudjarwadi MEng PhD (Rektor UGM), Prof Achmad Anshori Mattjik (IPB), Prof Biran Affandi (UI), dan Prof Haryono (ITB). (P12-53)
Pendidikan
13 Maret 2010
Pemantau UN Berkurang
SOLO - Tahun ini, tim pemantau independen (TPI) ujian nasional (UN) di Solo berkurang. Tahun lalu 144 orang, sedangkan sekarang hanya 133 personel.
Sekretaris TPI Kota Surakarta, Suwarto, menyatakan personel pemantau berkurang karena ada penyesuaian dengan jumlah sekolah. Sebab, beberapa sekolah bergabun dengan yang lain. “Jadi pengurangan personel disesuaikan dengan kebutuhan,” ucapnya.

Pengurangan jumlah pemantau, kata dia, tak akan berdampak negatif terhadap pelaksanaan ujian. Bahkan pemantauan akan lebih efektif dan efisien.
Kelak, 133 personel yang terdiri atas dosen dan mahasiswa minimal semester VI dari UNS itu akan ditempatkan di seluruh SMK, SMP, SLBMP, dan MTS di Solo. Untuk SMK setidaknya ada 42 orang, sedangkan di SMP, SLBMP, dan MTS 91 orang. “Kelak, setiap satu sekolah ada seorang pemantau independen.”

Dia mengemukakan pemantau atau pengawas yang terbukti melanggar dan curang, misalnya memberikan kode atau jawaban pada siswa, akan diberi sanksi. “Mereka akan di-black list dan selanjutnya tak dapat terlibat dalam pelaksanaan ujian nasional lagi,” tandas dia. (K23-53)
Pendidikan
13 Maret 2010
LPMP Evaluasi 350 Sekolah
SEMARANG-Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah tahun ini akan mengevaluasi 350 sekolah. Evaluasi itu untuk mengukur dan memetakan kondisi pendidikan di provinsi ini serta mendorong penciptaan lulusan yang bermutu.

Ketua LPMP Jawa Tengah, Makhali, mengemukakan hal itu di sela-sela rapat koordinasi terpadu penjaminan mutu pendidikan di LPMP Srondol, Semarang, Kamis (11/3). Dia menyatakan LPMP merupakan lembaga independen yang berwenang menjalankan kebijakan itu untuk menjamin mutu pendidikan.

Sebelumnya, LPMP hanya mengujicobakan penjaminan mutu pada 35 sekolah. Namun tahun ini penjaminan mutu pendidikan ditujukan pada 350 sekolah dari TK hingga SMA/SMK di seluruh kabupaten/kota se-Jawa Tengah.

”Selama ini proses penjaminan mutu tak menemui kendala berarti. Namun belum banyak warga masyarakat menyadari proses itu. Karena itu kami menyosialisasikan soal evaluasi ini ke semua pemangku kepentingan pendidikan di daerah masing-masing sehingga dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya,” ujarnya.

Evaluasi tak akan disertai pemberian penghargaan atau hukuman. Sebab, hukuman ke sekolah yang tak lolos evaluasi tidak mendidik. Ukuran dalam proses penjaminan mutu sesuai dengan standar BSNP. Penjaminan mutu juga tergantung pada permintaan sekolah yang diusulkan kabupaten/kota. ”Hasil penjaminan mutu memengaruhi kredibilitas dan manajemen keuangan sekolah. Dan, itu berdampak terhadap citra sekolah,” katanya.

Pada acara itu, empat guru terpuji yang berdedikasi, gigih, mempunyai rasa sosial, kejujuran, dan loyalitas memperoleh penghargaan. Mereka adalah Juli Eko Sarwono (SMP 19 Purworejo), Suliyem (TK Pembina Semarang), Ciptono (SLB Negeri Semarang), dan Siti Fauzanah (SMP 1 Parakan Temanggung). (K3-53)
Informasi Pelatihan
Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) Wilayah Jawa Tengah bekerja sama dengan Bandungan Institute akan menyelenggarakan:
Pelatihan Pengusulan Angka Kredit (PAK)
untuk Menghadapi PP No. 16/2009 tentang Kewajiban Guru Menulis Karya Ilmiah sejak Golongan III/b

Selasa, 16 Maret 2010
pukul 08.00 - 13.00

di Gedung Karya Graha Unnes Kampus Kelud
Jln. Kelud Raya II Semarang

===============================================================
K . E . T . E . N . T . U . A . N

Instruktur: Fasilitas:
(1) Drs. Slamet Trihartanto (1) Sertifikat pelatihan
(Widyaiswara LPMP Jawa Tengah) (2) Seminar kit
(2) Drs. Mukh Doyin, M.Si. (3) Makalah
(Ketua HPBI Wilayah Jawa Tengah) (4) Kudapan & makan siang
Waktu Pendaftaran: Biaya Pendaftaran:
10 – 15 Maret 2009 Rp75.000,00


t e m p a t

P . E . N . D . A . F . T . A . R . A . N

(secara langsung atau lewat telepon/SMS)

(1) Haris Sekretariat HPBI 024-70928790
(2) Kurniawan, S.Pd. SMPN 17 Semarang 081325728047
(3) Erwan Rahmat, S.Pd., M.Pd. SMP 18 Semarang 081325638997
(4) Yohanes SD Sendangmulyo 02 Semarang 08882416072
(5) Roto, S.Pd SMPN 1 Sumowono, Kab. Smg 085866260943
E-mail: roto_amb@yahoo.com)
(6) Drs. Adi Widodo SMPN 2 Cepiring, Kendal 085225400970
(7) Triyono Sumulyo, S.Pd. SDN 1 Bebengan, Kendal 085641503888
(8) Noor Akhsin, S.Pd. M.Ts.N Karangtengah, Demak 085727957109
(9) Ikha Mayashofa A., S.Pd. M.Ts.N Krtengah, Demak 08112704582
(10) Ahmad Kuwat, S.Pd.SMPN 1 Purwodadi 081325346188

Ambiguitas Pendidikan Gratis

Selasa, 09 Maret 2010

Oleh Roto
GEMA pendidikan dasar gratis secara nasional telah berlangsung selama 7 bulan. Masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah dengan suka cita menyambut program tersebut. Mengutip iklan di beberapa televisi tentang pendidikan gratis: ”Walau bapaknya sopir angkot anaknya bisa jadi pilot. Meskipun bapaknya tukang loper koran anaknya bisa jadi wartawan! Asalkan ada kemauan.” Artikel ini menanggapi Najamuddin Muhammad (Suara Merdeka, 3 Agustus 2009).

Iklan tersebut oleh sekelompok orang iseng diplesetkan menjadi: ”Walau bapaknya sopir angkot anaknya tetap jadi asap knalpot. Meskipun bapaknya tukang loper koran anaknya tetap jadi pengangguran.”

Bahkan ada plesetan yang lebih mengerikan: ”Walau bapaknya sopir angkot anaknya bisa jadi bandot. Meskipun bapaknya tukang loper koran anaknya justru jadi gelandangan.” Itulah plesetan yang dilontarkan oleh orang-orang yang frustrasi karena tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang ia idam-idamkan.

Maka, jangan heran kelompok teror bom yaitu pengikut Noordin M Top tetap tumbuh subur di negeri ini. Buktinya, coba kita cermati contoh kasus Ibrohim yang hanya sebagai perangkai bunga. Gajinya tidak sesuai dengan idamannya. Eko Joko Sarjono dan Air Setyawan hanya sebagai pekerja serabutan. Dani Dwi Permana menjadi frustrasi karena orang tua broken home dan lain-lain.

Untuk mengakhiri berkembangnya atau membungkam teror bom tidak hanya cukup pelakunya ditangkap dan dibunuh. Melainkan harus dibarengi tindakan nyata. Di antaranya adalah pemerintah harus mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dan diiringi sukses program pendidikan dasar gratis. Itu sekaligus kebutuhan pembangunan fisik dan nonfisik di sekolah pendidikan dasar agar memadai.

Dalam arti pemerintah menyediakan fasilitas selalu meningkat dan memadai sesuai skala prioritas masing-masing sekolah di setiap tahunnya tanpa berhenti. Dengan asumsi, sekelompok orang frustrasi karena menganggur berkurang. Secara otomatis mereka akan sulit menerima pengaruh teror bom karena mudah mendapat lapangan kerja yang sepadan dengan bakat dan kemampuannya.

Mencermati contoh kasus di atas dan artikel Najamuddin Muhammad mengilustrasikan masyarakat berekonomi menengah ke bawah kurang mempercayai terhadap isi iklan tersebut atau terjadi persepsi yang menimbulkan asumsi kontraproduktif. Argumen Najamuddin Muhammad ada benarnya tetapi tidak semuanya benar.

Pada kesempatan ini, penulis mencoba memaparkan fakta lain dengan tujuan dapat dicermati secara seksama. Hal itu untuk bahan bandingan oleh masyarakat luas umumnya dan para stakeholder khususnya selaku pengambil kebijakan. Implikasinya pemerintah mampu mencerahkan masyarakat, bangsa dan negara.

Budaya masyarakat kita sangatlah antusias jika dihadapkan pada kata-kata ”gratis”. Berkait dengan iklan pendidikan gratis, masyarakat berasumsi bahwa pemerintah belum mampu menjabarkan persoalan mana yang digratiskan. Contoh kasus tertentu, sebagian masyarakat berasumsi bahwa pendidikan gratis sampai merambah ke pendidikan menengah atas. Padahal kalau kita mau cermat, yang dimaksud iklan pendidikan gratis adalah sebatas pada pendidikan dasar 9 tahun. Dana bantuan dari pemerintah berupa BOS (Bantuan Operasional Sekolah) masih jauh dari ideal atau minim.

Namun faktanya masyarakat di lapangan ada kecenderungan bahwa pendidikan gratis sampai dengan sekolah menengah atas. Itulah persoalan pemerintah, yang kurang terperinci dalam mengiklankan pendidikan dasar gratis tersebut.
Persoalan Membuncah Dualisme pandangan di atas memang benar membuncah di masyarakat, baik di kalangan guru sekaligus legislatif dan eksekutif. Para anggota legislatif memperjuangkan dengan keras bahwa pendidikan dasar harus gratis. Pernyataan tersebut sebagai bukti bahwa anggota legislatif berpihak kepada rakyat, masyarakat dan bangsa.

Dari sudut pandang eksekutif pendidikan gratis ada batas-batasnya. Sebagai bukti di suatu kesempatan Gubernur Jawa Tengah pernah menyatakan bahwa pendidikan gratis sangat memberatkan atau pemerintah belum sanggup menanggung biaya pendidikan gratis tersebut.

Dari sudut pandang pelaku pendidikan yaitu para karyawan, guru dan kepala sekolah juga menyambut dengan antusias pendidikan gratis tersebut. Sebab merekalah yang tahu persis persoalan di lapangan berkait dengan kebutuhan masyarakat dan sekaligus kebutuhan institusi sekolah.

Contoh kasus setiap akhir tahun dan sekaligus awal tahun pelajaran, sekolah hendak meningkatkan sarana dan prasarana di setiap tahunnya. Maka, antara sekolah bersama komite merumuskan dana iuran untuk mewujudkannya dengan tujuan utama meningkatkan kualitas lulusan.

Namun persoalan membuncah ketika masyarakat berharap tidak ada tarikan dana dengan dalih apa pun untuk kepentingan sekolah sesuai iklan sekolah gratis yang didengungkan berbagai televisi tersebut. Di sinilah persoalan antara kebutuhan sekolah dengan kebutuhan masyarakat menjadi membuncah. Dengan realitas tersebut, simpulannya adalah para pelaku pendidikan menjadi korbannya.

Maka, para pelaku pendidikan sangat berharap kepada legislatif dengan eksekutif untuk mampu mewujudkan pendidikan dasar gratis tanpa mengorbankan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah. Namun, sekali lagi kebutuhan sarana prasarana sekolah di setiap tahunnya harus terpenuhi. Maka, sekali lagi para anggota legislatif tidak hanya berkoar-koar pendidikan dasar gratis saja, tetapi harus dibarengi dengan tindakan nyata mencarikan dana pembangunan fisik dan non- fisik sekolah di setiap tahunnya.

Jika para anggota legislatif belum percaya, silahkan cek di lapangan untuk mengetahui secara pasti kebutuhan sekolah di setiap tahunnya; jangan hanya sehari-dua hari, melainkan pantaulah fakta sebenarnya dari tahun ke tahun. Benarkah dana pendidikan disalahgunakan? Jika benar dan terbukti, tangkaplah mereka untuk ditempatkan di hotel prodeo, siapapun pelakunya harus ditangkap tanpa pandang bulu.

Jika benar institusi sekolah membutuhkan dana pembangunan mulai dari paving halaman, pagar lingkungan, gedung pertemuan dan isinya, gedung laborat dan isinya, perpustakaan dan isinya, ruang kesenian dan isinya, ruang komputer dan isinya, dana internet di setiap bulannya, dan lain-lain. Dari manakah dana tersebut? Apabila secara bertahap tidak dipenuhi dari kesepakatan legislatif dan eksekutif, jangan harap mutu pendidikan membaik. (80)

—Roto, pelaku pendidikan, mahasiswa Pascasarjana UMS.

”Pihak sekolah bersama komite perlu merumuskan dana iuran untuk mewujudkannya dengan tujuan utama meningkatkan kualitas lulusan.”Namun persoalan membuncah

Merefleksi Hantu Akreditasi Sekolah

Oleh Roto
Gegap gempita hantu akreditasi sekolah yang terlaksana antara Juli dan Agustus 2009 telah usai dilaksanakan bertepatan dengan hadirnya bulan suci Ramadhan 1430 H. Akreditasi sekolah tingkat Jawa Tengah tersebut dapat dijadikan wahana merefleksi diri apa dan bagaimana perilaku para pegawai institusi sekolah selama empat tahun yang lampau.

Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (assessment) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah.

Mencermati pengertian akreditasi tersebut, semua unsur yang terlibat di dalam institusi sekolah sudah pasti menunjukkan eskalasi tinggi atau ketegangan tinggi dalam rangka menyongsong pelaksanaan program akreditasi tersebut. Hal ini karena harga diri suatu institusi sekolah akan dipertaruhkan dalam rentang waktu dua hari pelaksanaan penilaian oleh tim asesor tingkat provinsi.

Proses kegiatan belajar-mengajar (KBM) selama empat tahun yang lampau akan terpotret melalui administrasi dokumen sekolah secara menyeluruh dalam waktu dua hari tersebut oleh pihak asesor.

Berdasarkan realitas itu, bagaimana agar kinerja sekolah benar-benar terpotret secara akurat dan tepat tanpa ada embel-embel apa pun, yang justru dapat menimbulkan efek negatif di hari kemudian, maka untuk efektifnya diperlukan komitmen yang kompak secara komprehensif dari masing-masing staf, guru, karyawan, dan peserta didik di bawah koordinasi kepala sekolah.

Adapun solusi yang dapat dicermati sebagai bahan perbandingan untuk menyukseskan program akreditasi sekolah diantaranya adalah menghayati dan melaksanakan dengan benar mulai dari program persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pertama, persiapan. Kita menyadari bahwa komponen persiapan sangat menguras energi dari para karyawan, guru, kepala sekolah, bahkan sampai dengan pengurus komite sekolah guna melengkapi hal-hal yang belum ada. Maka, persiapan yang paling awal adalah kepala sekolah bersegera membentuk kepanitiaan. Sembilan guru atau karyawan ditunjuk sebagai ketua subbidang, bertanggung jawab untuk membidangi sembilan subkomponen sekolah.

Setelah ketua sub terbentuk kemudian membagi tugas kepada anggota untuk mempersiapkan dan mengumpulkan semua bukti fisik yang menjadi tanggung jawabnya. Bila bukti fisik belum dibuat maka bersegeralah melengkapinya, baik tentang surat keputusan, program kerja, bukti berupa foto, surat undangan, piagam, sertifikat, notulen, dan lain-lain. Bukti lain yang berkaitan dengan bangunan fisik di antaranya penataan macam-macam ruang dan mengadakan baru bila keuangan memungkinkan.

Pada format persiapan membutuhkan kejelian dan kecerdasan panitia untuk mewujudkan bukti fisik yang belum ada. Bukti fisik selama ini sering diabaikan oleh di antara guru yang kurang menghargai pentingnya dokumen. Maka, para petugas yang membidangi harus bersegera membuat tanpa saling menyalahkan kepada teman yang lain. Di sinilah pentingnya kekompakan dan kerja sama sangat-sangat diperlukan.

Jika bukti fisik dianggap telah mencukupi, perlu diadakan kroscek dokumen-dokumen persiapan dengan mengundang narasumber. Paling tidak dapat menghadirkan narasumber dari tingkat kabupaten, yaitu tim pengawas yang membawahi sekolahnya, dengan seizin kepala sekolah.

Kedua, pelaksanaan. Pelaksanaan adalah penggambaran kegiatan nyata dari tim asesor yang akan menilai kinerja sekolah. Ruang penilaian harus tersedia secara representatif. Ruang tersebut tersedia meja kursi, perlengkapan administrasi, yang dikondisikan secara berurutan dari komponen satu sampai komponen sembilan, dengan ditunggui para ketua subbidang dan dibantu para anggota.

Sebelum penilaian dimulai, semua guru harus mempersiapkan administrasi KBM selengkap-lengkapnya. Hal tersebut karena antara jam pertama sampai dengan jam ketiga, tim asesor secara acak akan masuk dan menilai kinerja guru ke ruang kelas untuk melihat secara langsung proses KBM atau supervisi.

Setelah melakukan supervisi, tim asesor akan memasuki ruang berikutnya untuk mengadakan penilaian administratif secara langsung, dengan tujuan untuk mengecek kebenaran fakta dan data yang ada.

Ketiga, evaluasi. Setelah kegiatan persiapan dan pelaksanaan terlampaui, langkah berikut adalah mengevaluasi pelaksanaan program akreditasi. Dalam forum pembubaran panitia, masing-masing ketua subbidang wajib melaporkan temuan-temuan yang dijumpai dari mulai persiapan dan terlebih temuan-temuan yang dijumpai oleh tim asesor guna ditindaklanjuti pada KBM berikutnya. Personel komponen sekolah harus mau merefleksi diri untuk mengadakan perbaikan-perbaikan dan meningkatkan hal-hal yang telah dipandang baik, untuk mewujudkan pribadi profesional sejalan dengan program sertifikasi guru.

Masalah dana

Tidak kalah pentingnya, untuk suksesnya program tersebut adalah tersedianya dana. Pendanaan dimulai dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi tidaklah sedikit dana yang diperlukan sekolah. Tanpa disadari dana yang diperlukan dalam pelaksanaan akreditasi sekolah mencapai puluhan juta rupiah. Problem berikutnya adalah tidak tersedianya dana yang menyatakan secara spesifik untuk melaksanakan program akreditasi tersebut. Itulah problem besar yang menganga di depan mata kepala sekolah di tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Berkaca pada realitas tersebut, sudah seharusnya para pengambil kebijakan (stakeholder) di bidang pendidikan dengan penuh tanggung jawab menganggarkan dana akreditasi mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Para pelaku pendidikan bertanya-tanya apa implikasinya setelah institusi sekolah diakreditasi? Adakah kucuran dana yang diperuntukkan pada sekolah yang terakreditasi dengan didasarkan pada perolehan nilai A, B, dan atau C? Bagi semua komponen sekolah, jalan paling sederhana adalah wajib bekerja secara maksimal, penuh dedikasi dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas KBM dan tugas tambahan yang diembannya. Semoga.

Roto Pendidik di SMP Negeri 1 Sumowono, Ambarawa, Jawa Tengah

Oleh Roto

Teladan itu Masih Ada

Dalam Metro TV saat acara Oase Sabtu, 24 Oktober 2009 pukul 03.00 dini hari, ada sesuatu yang menyentak dalam menggerakkan saya untuk mau menulis pada koran ini. Dalam keraguan terbersit bayangan suatu teori yang mengatakan homo homini lupus, artinya manusia itu laksana serigala bagi manusia lainnya. Mengerikan

Namun pada acara Oase tersebut, ternyata masih ada fakta luhur perilaku manusia yang bertolak belakang dengan teori di atas. Adapun ilustrasinya adalah: ’’Guru itu pengabdian, tidak ada pamrih dan tidak ada tuntutan.” Dia mengalir bagai air nan jernih dari mata airnya, dari pegunungan, dan dari mana pun dia ada. Itulah air yang selalu mengalir mengairi kehidupan. Tidak ada yang menolaknya, (kecuali jika berlebih) semua kehidupan pasti membutuhkan. Semakin jernih air itu mengalir, semakin bermakna dalam kehidupan manusia.

Semakin banyak yang menimba, justru jumlahnya semakin banyak dan semakin jernih. Itulah air kehidupan yang tidak pernah congkak dan tidak pernah menuntut macammacam. Siapa gerangan? Mereka itu ada, ada di mana-mana, mengalir tiada henti. Mereka layak diteladani dan dihormati. Belum seberapa jika dibanding dengan apa yang engkau korbankan. Apa dan bagaimana dia berkorban? Dengan senang, gembira, senyum, dan kasih, mereka mengabdi. Tanpa peduli dengan persoalan yang menghimpitnya. Dengan bangga, keluarganya selalu mendukung sepak terjangnya.

Ia jual rumahnya, untuk membiayai kebutuhan sekolahan dan siswa didiknya. Ia curahkan tenaga dan pengabdiannya. Ia bercita-cita ingin mendirikan satu sekolah serupa di setiap kecamatan, yang ada di kabupatennya. Itulah sekilas perjuangan guru Autis.

Contoh kasus seorang anak yang telah berusia 9 tahun, jika anak tersebut normal seharusnya setara dengan siswa kelas 3 SD. Namun apa daya anak yang bernama Bambang, putra dari ibu Eti belum bisa apa-apa. Dikisahkan anak tersebut pernah mengalami sakit panas berkepanjangan, setelah sembuh perkembangannya kurang wajar, merengek- rengek dan menangis sepanjang hari. Proporsi tubuhnya kurang seimbang dan sejenisnya, (Metro tv, 24 Oktober 2009). Orang awam menyebutnya anak tersebut adalah Autis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, austistik artinya terganggu jika berhubungan dengan orang lain.

Masyarakat awam, bahkan guru umum menyebut, alangkah beratnya, beban guru SLB (Sekolah Luar Biasa), dalam membimbing siswa didik yang mempunyai perkembangan kepribadian terbelakang. Namun, berkat guru SLB dalam membimbing dengan telaten, dengan kasih, dengan senyum tanpa mengenal lelah, sehingga mampu mengantarkannya menjadi anak yang mandiri.


Keteladanan
Ibu Nanik namanya. Betapa mulia hati dan cerdas pemikirannya. ’’Ternyata teladan itu masih ada!” Ya, Ibu Nanik, selaku kepala sekolah autis di Tangerang, Banten, dengan dibantu tiga tenaga guru lainnya. Akankah pengabdian dan perjuangan itu mengetuk nurani kita dan nurani guru sekolah umum? Menarik untuk direnungkan dan didiskusikan. Kepada para gurulah persoalan itu disajikan. Kepada stakeholder dan atau dermawanlah persoalan membangun sekolah autis (SLB) itu direalisasikan.

Berbahagialah para guru yang mengajar di sekolah umum, karena dengan melihat, mengamati dan menilai, kita bisa berempati untuk bisa meneladani kesabaran dan keteguhannya dalam membimbing siswa didiknya. Sudah sepantasnya kita mau membuka hati, untuk mengapresiasi setinggi-tingginya kepada para guru SLB di seluruh Indonesia. Sangat layak jika mereka mendapat kesejahteraan lebih, seperti pengabdian dan pengorbanan yang mereka tunjukkan ’’lebih” di setiap hari kepada siswa didiknya.

Berkaca pada guru SLB, sudah seharusnya para guru umum ikut berhenti sejenak, untuk merenung dalam memaknai kehidupan guru. Guru, engkaulah pejuang sejati nan abadi, penerang cahaya dalam kegelapan dan kehidupan. Pengikis kemiskinan dalam kebodohan. Namun guru juga manusia, maka salah dan khilaf juga pasti ada.

Di sisi lain, selamat berkarya para menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II tahun 2009-2014 yang baru saja dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selamat menyejahterakan rakyatmu dan bangsamu. Berkat ibumulah engkau ada, berkat gurumulah engkau bisa membaca dan berpidato, berkat kerja kerasmulah engkau bisa menjadi menteri. Luar biasa!

Berbahagialah guru, jika mendengar mantan muridnya menjadi perawat, dokter, hakim, DPR, dosen, camat, bupati, gubenur, menteri terlebih menjadi presiden. Berkat karyamulah negara ini maju, berkat kegagalanmulah korupsi ini menghampiri mantan siswa didikmu.

Maka, janganlah engkau congkak dan sombong. ’’Ingat prestasimu, juga ingat kegagalanmu!”

Namun jangan khawatir guru, berkat jasamu mantan siswa didikmu lebih banyak yang maju, cerdas, ikhlas, dan amanah, daripada yang berbuat korup. Sekalipun bapaknya penjahat, mana ada orang berharap anaknya menjadi koruptor, apalagi guru yang berkonotasi digugu lan ditiru , pasti dia berjuang keras agar mantan siswa didiknya menjadi anak yang cerdas iptek dan imtaqnya, berkepribadian, beretos kerja tinggi, berkarakter, dan amanah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Hanya sebagian orang (oknum) yang berperilaku rakus bak binatang buas yang mampu melakukan tindakan kotor dan membohongi nuraninya untuk berperilaku koruf untuk memenuhi hawa nafsu bejatnya.

Selamat berjuang guru. Jangan engkau kotori, dan nodai perbuatanmu yang mulia itu. Karyamu selalu ditunggu oleh anak cucu, rakyatmu dan bangsamu.

Roto
Pendidik di SMP Negeri 1
Sumowono

Berebut "jarum CPNS" dalam jerami

Budaya bandit dan berperilaku korup di negeri ini, masih sangat jauh panggang dari api untuk diberantas. ìIni persoalan sistemik, tidak melihat persoalan karena kelakuan individu satu atau dua orang. Maka perlu solusi yang komprehensif. Untuk itu harus ada reformasi totalî (Anies Baswedan, SM 5-11-2009). Mau bukti silakan tengok perseteruan antara KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) vs Kepolisian. Para oknum saling mengklaim dirinya tidak terlibat dalam kasus skandal bobroknya birokrasi di negeri ini.

Di balik hingar-bingar perseteruan KPK dengan kepolisian tersebut, ada yang lebih menggelisahkan bagi masyarakat yang hendak berebut jarum menjadi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil). Mengapa? Karena, orang-orang yang berebut kursi CPNS tersebut adalah golongan orang-orang yang bergulat dengan kekurangan, kekerasan, dan kemiskinan dalam mempertahankan hidup. Berbeda dengan para oknum yang terlibat kasus perseteruan di atas. Mereka, sudah terbiasa dengan bergelimang harta, kecuali mental bobrok yang dia sembunyikan di balik dasi dan baju necisnya. Mau ingkar? Itulah realitas budaya saling mengibul oleh para oknum di negeri ini.

Adapun yang perlu dipikirkan adalah warga, rakyat, dan generasi kita, yang telah berwiyata bakti puluhan tahun dengan gaji antara Rp 150.000 sampai dengan Rp 250.000 per bulan. Padahal jumlah kursi yang diperebutkan tidak sebanding dengan yang merebutkan, bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami. Sebagai ilustrasi pada tahun belakangan banyak terjadi PHK, belum lagi ditambah jumlah lulusan sarjana yang selalu meningkat di setiap tahun, bahkan jumlah lulusan sekolah menengah atas lebih besar.

Terlebih warga masyarakat dari desa sangat tidak terbendung melakukan urbanisasi usai Lebaran. Padahal mereka sangat minim keterampilan. Berspekulasi-lah mereka mengadu nasib di rantau (kota-kota besar), bahkan sebagai tenaga kerja di luar negeri. Kemungkinan terburuk bagi para urban adalah menjadi gepeng (gelandangan dan pengamen), bahkan sangat mungkin terlibat dan melakukan tindak kriminal. Fenomena tersebut sangat kontra produktif dengan imbauan para stakeholder negeri ini.

Di balik gema sengketa KPK dengan kepolisian, ada yang lebih bergelora dan menggelegak di seantero bumi pertiwi, adalah memperebutkan kursi CPNS. Tipu daya dengan caracara yang cantik mulai bergentayangan yang dilakukan para oknum. Konon kabar yang beredar para anggota legislatif sangat berpeluang besar sebagai orang yang diduga melakukan ìpersengkongkolanî dalam memperebutkan kursi CPNS. Untuk lulusan SMA/SMK, konon harus menyediakan dana Rp 60 juta-an, untuk sarjana (S1) mencapai Rp 80 juta-an (Wawasan, 15 Oktober 2009).

Kasus-kasus pembodohan dan pembobrokan mental oleh para oknum sangat luar biasa menggiurkan dalam memangsa korbannya. Anehnya para aparat sulit membongkar sindikat tersebut. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kasus serupa justru diduga menimpa pada lembaga penegak hukum, seperti contoh kasus di atas.

Luar biasa keanehan yang menggerogoti negeri ini, konon negara kita adalah ’’gemah ripah loh jinawi” yang telah merdeka tidak muda, bahkan sudah seumur 64 tahun. Namun realitasnya para pengangguran sangat berpotensi menjadi korban keterpaksaan, ketertindasan karena ulah para oknum yang melakukan KKN masih sangat menganga lebar di depan mata kita.

Kekuatan diri
Agar kita tidak mudah terjebak pada rakusnya glamour kehidupan, jalan paling sederhana adalah mempersiapkan kekuatan diri dengan cermat untuk menghadapi lowongan kerja CPNS yang digelar pemerintah pada bulan Oktober sampai Desember 2009. Pemahaman sederhana dalam mengikuti seleksi penerimaan CPNS adalah mempersiapkan mental secara sportip. Dalam arti tidak mudah goyah dalam menghadapi rayuan para calo CPNS yang selalu bergentayangan. Sesuai pernyataan Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Kabupaten Semarang, (Wawasan, 6- 11-09): ’’Kita jamin bersih dari KKN. Tidak ada istilah titipan,” tukasnya. Pernyataan tersebut layak didukung oleh BKD di seluruh Jateng, bahkan se-Indonesia.

Jikalau usaha-usaha sportif telah dilakukan, namun kegagalan tetap menghampirinya, bukan berarti dunia lalu menjadi kiamat. Kata orang bijak kita harus mampu melepaskan ketergantungan terhadap siapa pun makluk di dunia ini.

Budaya kerja keras dan pantang menyerah, sepanjang jalannya benar harus dipertaruhkan. Pasti jalan yang lebih indah akan dinikmati di hari kemudian. Kata-kata bijak Mario Teguh yang selalu menghiasi metro tv pada Minggu sore (pkl 19.05 WIB), sangat menarik untuk diikuti dan direnungkan. Berbuatlah baik dengan siapa pun, lalu perhatikan apa yang terjadi.

Dalam memperebutkan kursi CPNS, harus memahami proses rekrutmen pegawai, menurut Andrew F Sikula dalam seleksi ada dua macam. Pertama, Succesive-Hurdles adalah sistem seleksi yang dilaksanakan berdasarkan urutan testing, yakni jika pelamar tidak lulus pada suatu testing, ia tidak boleh mengikuti testing berikutnya dan pelamar tersebut dinyatakan gugur.

Kedua, Compensatory-Aproach adalah sistem seleksi yang dilakukan dengan cara si pelamar mengikuti seluruh testing, kemudian dihitung nilai rata-rata tes apakah mencapai standar atau tidak. Pelamar yang mencapai nilai standar dinyatakan lulus, sedangkan pelamar yang tidak mencapai standar dinyatakan gugur atau tidak diterima, (H Malayu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal: 56). Sebagai ilustrasi pola tes pada tahun-tahun sebelumnya, waktu yang tersedia dua jam sedang materi cenderung bersifat umum.

Roto
Pendidik SMP Negeri 1
Sumowono Semarang


Siapa pemenang serial Gatutkaca vs Dursasana?

Menyimak serial cicak (KPK) versus buaya (kepolisian), di dalamnya merambah ke lembaga kejaksaan. Belum usai kasus tersebut, munculah kasus terbaru Bank Century, konon diduga ada penyimpangan dana sebesar Rp 6,7 triliun. Ingatan saya tergugah pada cerita pewayangan yang melibatkan perseteruan antara Gatutkaca keturunan Pendawa (Amarta) berkonotasi sifat-sifat kejujuran & kebenaran versus Dursasana prajurit Kurawa (Astina) yang berkonotasi sifat-sifat serakah, dengki, srei atau pengikut kejahatan.

Siapakah Amarto atau Amarta itu? Amarta adalah suatu kerajaan yang berpenghuni saudara kandung yang berjumlah lima orang, disebutlah Pandawa lima, yang terdiri-dari Puntodewa/Yudhistira, Werkudara/ Bratasena, Janaka/Permadi dan sikembar Nakula serta Sadewa yaitu digambarkan orang-orang yang selalu berperilaku jujur, santun, tenang, tidak pongah, tidak sombong dan ditakdirkan untuk melawan angkara murka. Di dalamnya ada nama Gatutkaca. Gatutkaca adalah anak dari Werkudara dengan Arimbi.

Gatutkaca (Satrio Pringgodani) digambarkan sebagai pembela kebenaran dan penegak keadilan. Gatutkaca berpembawaan jujur, tenang, otot kawat balung wesi dan bisa terbang dengan Kotang Onto Kusumo. Karena kepandaiannya itulah banyak anak-anak mengagumi pada tokoh Gatutkaca tersebut. Terlebih dia bisa terbang. Maka bukan sesuatu yang aneh jika pesawat terbang kita diberi sebutan Gatutkaca.

Sedang Kurowo atau Astina, digambarkan sebagai suatu kerajaan yang dihuni oleh para angkara murka, berperilaku jahat, mengakali orang lain, untuk dibodohi, dikibuli dan sebagainya. Setiap akhir cerita dengan ending Kurawa di dalamnya ada prajurit yang bernama Dursasana. Dursasana diilustrasi sebagai orang yang banyak bicara, tertawa, berkoar-koar, mengaku pemberani, sakti, kuat, perkasa dan lain-lain. Namun faktanya mereka selalu kalah dan belum pernah sekalipun menang dalam setiap adegan suatu cerita. Ia selalu dikalahkan dengan kejujuran dan kebenaran.

Negara Astina sebenarnya milik Pendawa yang dititipkan kepada Duryudana, dengan patihnya Sengkuni (karena Pendawa waktu itu masih kecil atau anak-anak). Kemudian ada penasihat raja yang disebut Pendito Durno, disebut juga sebagai guru. Fungsi sebagai guru, ia juga mempunyai murid orang Kurawa dan sekaligus orang Pendawa. Pendawa saat sebagai murid Pendito Durno, dia (Pendawa) tidak pernah membangkang/melawan sang guru, sekalipun mereka akan dijebak agar mati oleh Durno, hasutan raja Kurawa. Apa yang diperintah sang guru selalu di jalankan.

Contoh: Werkudara diperintah sang guru untuk mendapatkan susuh angin yang berada di tengah Samudra, dengan tujuan agar mereka mati di dalam laut. Werkudara tidak pernah takut, maka berangkatlah mereka. Dengan keteguhan hati, bersungguh- sungguh pantang menyerah, dia mempercayai perintah sang guru adalah benar. Karena keteguhan dan kegigihan itulah bukannya mereka mendapat celaka, namun justru sebaliknya, ia mendapat pertolongan serta kesaktian yang di luar dugaan yang ia pikirkan. Simpulannya kejujuran dan kebenaran adalah di atas segala-galanya.

Maka, siapa pun orang Jawa terutama penggemar bahkan pengagum cerita wayang, akan merasa tersinggung dan sakit hati jika sampai mendapat paraban atau sebutan sebagai kelompok orang Kurawa. Mereka akan merasa tersanjung, terhormat dan bangga jika mendapat sebutan sebagai kelompok orang Pendaw.

Lalu apa korelasinya dengan cerita cicak versus buaya? Masyarakat berasumsi dan meyakini bahwa kebenaran akan mampu mengalahkan angkara murka. Sepandai-pandai bajing meloncat pasti akan jatuh juga. Artinya siapa pun yang pandai bersilat lidah dan sejenisnya, akhirnya mereka akan terjebak oleh perilakunya juga.

Dalam skenario testimoni, transkrip, atau apa pun namanya yang sedang marak, dan kita saksikan pada bulan belakangan ini, antara oknum kejaksaan, KPK, kepolisian dan seterusnya timbul pertanyaan besar, siapakah yang akan terperosok ke dalamnya? Masyarakat dibuat terkuras emosinya untuk mengikuti dunia kebohongan, kemunafikan dengan membawa-bawa ranah agama dalam sumpahnya. Sayang akhirnya sebagian masyarakat yang diwakili Egy Sujana dan kawan-kawan (dalam acara Debat tvOne, 2-12-2009) menjadi kecewa karena persoalan cicak versus buaya tidak sampai ke kursi pengadilan.

Dunia memang panggung sandiwara, kata Achmad Albar. Kapankah akan segera terkuak drama panggung sandiwara tersebut? Masyarakat menafsirkan, memang Indonesialah gudangnya pemain drama andal hingga mendunia. Namun, drama tersebut bukannya menghibur masyarakat, faktanya justru menjerumuskan ke lembah penderitaan dan kemiskinan. Seperti contoh kasus Minah pencuri 3 buah kakau, disusul pencuri sebuah semangka dan lain-lainnya.

Dengan berkembangnya budaya bohong untuk menutupi kerakusannya dalam berperilaku korup jelasjelas sangat bertabrakan dengan janji- janji presiden terpilih saat berkampanye sebelum pemilu pada bulan Juli yang lalu. Untuk itu dukungan riel sekaligus kritik konstruktif layak kita kumandangkan untuk mendorong terealisasinya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Maka, masyarakat sangat bangga akan perjuangan para mahasiswa yang menyuarakan kebenaran, kejujuran demi kesejahteraan rakyatnya. Namun sayang di balik perjuangan para mahasiswa dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan, sayang terkotori oleh perilaku oknum mahasiswa yang saling serang sesama kawan mahasiswa. Kapan hal tersebut mahasiswa mampu menghentikan perilaku menyimpang tersebut? Para mahasiswa sendirilah yang mau mengakhiri semua itu, sehingga rasa kesamaan dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan akan lebih mudah terwujud.

Masyarakat mau percaya kepada siapa? Lunturlah tingkat kepatuhan warga negara terhadap oknum mahasiswa dan oknum aparatur negara yang pandai memainkan drama kebohongan tersebut.

Siapakah yang akan terperosok, sekaligus terbukti sebagai Gatutkaca dan atau justru diluar skenario terbukti menjadi Dursasana? ’’Aduh kasihan deh lu, jika terbukti sebagai Dursasana, maka hotel prodeolah tempatnya, atau paling tidak dilengserkan dari jabatannya.” Namun, jika terbukti sebagai Gatutkaca, janganlah engkau congkak dan sombong, sebab Gatutkaca adalah satria piniji linuwih dan tidak pernah memamerkan kepandaian dan kesaktiannya.

Akankah fakta kebohongan dan kebobrokan moral busuk segera terungkap? Masyarakat dengan berdebar- debar menunggu hasilnya dan mempercayakan kepada pihakpihak yang berkepentingan, untuk segera mampu mengungkapnya, sehingga pada saatnya nanti negara kita tercinta segera terbebas dari perilaku Dursasona, yang sangat-sangat memalukan dunia. Semoga.

Roto
Mahasiswa Pascasarjana UMS

Pendidikan

05 Maret 2010
Lintas Akademika

Diklat Sukses Sertifikasi

SEMARANG - IKIP PGRI Semarang akan mengadakan pendidikan dan latihan (diklat) nasional ”Kiat Lolos Sertifikasi Guru dan Dosen sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Nasional”, Minggu (7/3). Panitia, Mukhlis SPd, menyatakan acara dimulai pukul 07:30 di auditorium lantai VII gedung pusat IKIP PGRI Jalan Dr Cipto, Sidodadi Timur 24, Semarang.

Pembicara Wakil Rektor I Ngasbun Egar SPd MPd, Ketua Lembaga Penelitian Dr Sunandar MPd, dan Prof Dr AJ Soegeng MPd. Kegiatan itu untuk memberikan kiat sukses bagi guru dan dosen lulus sertifikasi guna meningkatkan kompetensi diri, profesionalisme, dan kreativitas.

Acara diharapkan diikuti peminat dan pemerhati pendidikan, guru, dosen, mahasiswa, dan masyarakat umum. Pendaftaran paling lambat sehari sebelum acara atau menghubungi Putri (024-70373643), Wawan (081575423912), dan Mukhlis (024-70010526).(E1-53)

Paguyuban Pemimpin PTN-PTS Rapat Kerja

SEMARANG - Paguyuban Pemimpin Perguruan Tinggi Bidang Kemahasiswaan PTN-PTS Rayon 1 Jawa Tengah akan menggelar rapat kerja di Bandungan Hotel Indah, Jumat-Sabtu (12-13/3). Rapat itu akan diikuti 80 peserta. Mereka wakil PTN-PTS dari Kota Semarang, Kendal, Ungaran, Salatiga, Demak, Kudus, Grobogan, Pati, Jepara, Rembang, dan Blora.

Ketua Rayon 1 Iswoyo SPt MP mengatakan, kegiatan itu untuk merumuskan program kerja dan bertukar informasi serta kerja sama program kemahasiswaan. Juga untuk mempersiapkan diri menghadapi Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) Jawa Tengah dan Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) di Pontianak, Kalimantan Barat.

”Pembicara adalah koordinator Kopertis VI Jawa Tengah, Ketua Kadin Jawa Tengah, dan Sekda Jawa Tengah,” ujar Pembantu Rektor III USM itu.

Dia menyatakan pembantu rektor bidang kemahasiswaan di perguruan tinggi mempunyai peran dan fungsi sangat strategis dalam membentuk dan memberikan warna dalam dinamika dunia kemahasiswaan. Peran sebagai orang tua, teman, kakak, dan lain-lain itu akan memudahkan interaksi antarmahasiswa dan pengelola perguruan tinggi.

”Pengembangan soft skill mahasiswa pun lebih mudah dikembangkan dalam wadah unit kegiatan mahasiswa dan organisasi mahasiswa,” ujar dia.(B18-53)

Australia Tawarkan Beasiswa S2 dan S3

SEMARANG - MacQuarie University dan Alfalink Semarang akan mengadakan sesi informasi mengenai kesempatan memperoleh beasiswa S2 dan S3. Beasiswa itu ditawarkan MacQuarie University, Sydney, Australia. Pembicara pada acara ini adalah Gregorius Subanti, Indonesia Operation Manager Macquarie University.

Pemimpin Alfalink Semarang, Imam P Santoso, menyatakan acara itu akan diselenggarakan, Selasa (23/3) pukul 13:00-17:00, di Alfalink Semarang, Perumahan Kartini 7, Semarang. MacQuarie University Research Excellence Scholarship (MQRES) menyediakan kesempatan beasiswa penuh yang mencakup biaya hidup dan biaya kuliah. Beasiswa ditujukan bagi program studi master (S2) riset dan PhD (S3), kata Imam.

Selain itu, kata dia, MacQuarie University International Scholarship (MUIS) juga menyediakan kesempatan memperoleh beasiswa parsial. Beasiswa itu mencakup biaya kuliah untuk program master (S2) coursework.

Cotutelle/Joint PhD Scholarship juga memberikan kesempatan memperoleh beasiswa penuh bagi program gabungan riset S3 dengan universitas lokal di Indonesia. Karena keterbatasan tempat, mohon hubungi Alfalink (024-3567889) untuk reservasi atau SMS ke 081805900017 di luar jam kerja.(G2-53)

Pendidikan

09 Maret 2010

Membangun Motivasi, Hadapi UN

UJIAN nasional (UN) berubah seperti momok. Kesan itu tidak hanya dirasakan para siswa, guru, dan orang tua. Bahkan pejabat Kota Tegal pun merasakan.

Wakil Wali Kota Tegal Habib Ali Zaenal Abidin SE, misalnya, belakangan ini sering kali berkunjung ke sekolah-sekolah untuk memimpin doa.

Doa terhantarkan untuk membangun kesiapan semua pihak, terutama para siswa, menghadapi ujian nasional.
Sabtu (6/3), misalnya, Habib Ali menumbuhkan motivasi para siswa agar siap menghadapi ujian nasional sekaligus di tiga sekolah.

Ya, hari itu dia datang ke SMPN 7, lalu SMAN 4 dan SMP Al Khaeriyyah.

Meski acara di SMAN 4 sebenarnya adalah peringatan Maulid Nabi, Habib Ali lebih fokus menghantarkan doa untuk kesuksesan menghadapi ujian nasional.

''Ketika sekolah dulu, saya hanya naik sepeda onthel. Sekarang banyak siswa naik mobil dan sepeda motor. Karena itu seharusnya tak ada alasan siswa tidak lulus ujian nasional,'' tutur dia.

Dia pun meminta para siswa tetap menjalankan salat lima waktu. Juga selalu meminta restu dari orang tua. Di SMP Al Khaeriyyah, dia menyatakan orang berilmu di mata Allah memiliki derajat tinggi.

Kepala SMP Drs Muharso SH MM mengatakan, selain Habib Ali, dua habib asal Yaman dan Jedah juga mendoakan para siswa. Mereka adalah Habib Ali bin Ahmad Masyhur Al Hadad dan Habib Adnan bin Ali Masykur Al Hadad. Mereka datang karena SMP yang berpedoman pada ahlusunah wal jamaah itu dulu didirikan para habib.

Adapun Kepala SMAN 4 Drs Aziz Iqbal menuturkan saat berdoa, banyak siswa yang terharu. Dia berharap doa dan harapan yang disampaikan Wakil wali Kota bisa menambah motivasi siswa sehingga lebih giat belajar untuk menghadapi ujian nasional. (Nuryanto Aji-53)

Pendidikan

08 Maret 2010

Sejumlah Guru Dikirim Belajar Antikorupsi ke Belanda

SEMARANG-Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang akan mengirimkan sejumlah guru dari beberapa daerah di Indonesia ke Belanda untuk mengikuti training pendidikan antikorupsi, 5-25 April 2010.

Kepala Humas Antonius Juang mengatakan, training tersebut merupakan kelanjutan program pendidikan antikorupsi yang dirintis Pusat Studi Urban (PSU) Unika Soegijapranata sejak 2002, bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan beberapa sekolah di Jawa Tengah.

”Peserta yang diberangkatkan berjumlah 18 orang, terdiri atas 14 guru dari Jateng, Bali, Kalimantan, dan Sumatera, serta tiga dosen Unika dan satu staf KPK,” katanya.

Mereka akan mengikuti pelatihan bertema ”Training on Enchancing The Capacity and Competence of Teachers in Values Based for Raising Awareness on Anti-Corruption Issues”.

Dia menambahkan, PSU Unika Soegijapranata mendapatkan beasiswa StuNed Scholarship Programme sebesar 83.605 euro dalam bentuk kursus singkat.
Pendidikan antikorupsi itu akan dilangsungkan di The International Institute of Social Studies (ISS), Erasmus University Rotterdam, Den Haag.
Modul Pembelajaran ”Pada 2005 lalu, PSU Unika Soegijapranata juga pernah memperoleh beasiswa serupa untuk mengikuti ‘Training on Enhancing Civil Society and Public Awareness in Combating Corruption’,” kata Antonius.

Para peserta yang diberangkatkan saat itu, lanjutnya, berjumlah 11 anggota PSU Unika Soegijapranata, satu staf KPK, dan dua guru selama tiga minggu di ISS Den Haag dan dua minggu di Indonesia. ”Hasil dari training tersebut adalah modul pembelajaran antikorupsi yang diterapkan di beberapa sekolah di Kota Semarang,”katanya.

Dia mengatakan, PSU Unika Soegijapranata telah menerapkan pendidikan antikorupsi bagi generasi muda secara konsisten dan berkelanjutan, dengan menyusun modul antikorupsi bagi siswa SD.

”Modul itu disusun bersama-sama dengan guru-guru sekolah yang menjadi mitra PSU yang diadopsi oleh KPK dan kemudian diterapkan di seluruh Indonesia,” katanya.

Keunikan modul tersebut, kata dia, terletak pada penyisipan nilai-nilai antikorupsi, yakni kejujuran, keadilan, daya juang, keberanian, kesederhanaan, dan kepedulian dalam mata pelajaran di sekolah.

”Nilai-nilai antikorupsi itu disisipkan dalam pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan sebagainya, sehingga akan meningkatkan efektivitas pembelajaran antikorupsi tanpa memberatkan siswa dan guru,” kata Antonius. (ant-45)
08 Maret 2010
Suara Guru

Klub Menulis

  • Oleh Faozi Latif
REMAJA biasanya penuh sensasi dan aksi. Ketika menyadarinya, maka kita tidak akan menghalangi potensi-potensi itu. Menghalanginya berarti melarang mereka untuk berkreasi dan berusaha menantang arus zaman. Langkah yang tepat adalah membimbing dan mengarahkannya.

Sebuah hasrat akan bisa menjadi racun ketika tidak ada media untuk melampiaskannya. Jadi, yang terbaik bukan menghalangi hasrat melainkan membuat media penyaluran yang positif.

Dunia penulisan merupakan dunia siapa saja. Bukan hanya monopoli kalangan tertentu. Guru pun boleh menjamah dunia itu. Tentu dengan rabaan yang belum sampai menggetarkan. Baru sebatas memunculkan hasrat.

Idealnya mungkin guru Bahasa indonesia bisa berperan di sini. Mereka bisa memberikan motivasi siswa untuk rajin menulis plus membaca. Tidak seperti guru zaman dulu yang hanya memberikan tugas untuk mengarang.

Memberikan motivasi adalah memberikan arahan cara menulis yang baik. Dengan pemakaian ejaan yang dipergunakan, pemakaian kalimat aktif dan pasif, sampai pada titik dan koma.

Lebih dari itu, memotivasi juga berarti memberikan contoh. Ketika siswa diperintahkan untuk rajin menulis, maka gurunya sudah lebih dulu melakukan hal itu. Siswa akan mengatakan ”omog doang” pada guru yang hanya bisa menyuruh tanpa memberi contoh.
Beri Media Memotivasi juga berarti memberikan media atau wahana penyaluran bakat. Untuk sekolah, penyediaan mading mutlak diperlukan. Hal itu sebagai salah satu bentuk penyaluran kreasi tulisan siswa.

Biasanya siswa akan sangat bersemangat berkreasi membuat tulisan ketika karyanya dibaca banyak orang dan ada yang memberi pujian atas tulisan itu.
Nah, peran guru di sini sangat penting. Berilah sedikit pujian pada siswa yang senang menulis. Walaupun mungkin tulisannya belum sesuai harapan. Memotivasi berarti memberikan lingkungan yang kondusif.

Tidak ada salahnya kalau beberapa siswa yang rajin menulis dibuatkan sebuah forum tersendiri. Bisa jadi namanya klub jurnalistik, klub menulis, atau apa pun untuk lebih menambah ikatan di antara mereka.

Luangkan minimal satu hari dalam seminggu untuk diadakan pertemuan dan bimbingan. Dalam waktu seminggu, minimal satu siswa membawa satu karya tulisannya untuk dinilai bersama-sama.

Yang perlu diperhatikan adalah komentar atau penilaian, bukanlah kritik yang menjatuhkan. Sehingga siswa yang karyanya sedang dibedah tidak merasa dipermalukan. Komentar atau penilaian berguna untuk menambah ketajaman tulisan dan melengkapi beberapa kekurangan. (45)

-Faozi Latif, pembimbing Klub Jurnalistik SMK Muhammadiyah Karangpucung Cilacap.

Minggu, 07 Maret 2010

Merajut Jejak Problem Seni Budaya Daerah

Oleh Roto
MINGGU belakangan ini, berbagai media cetak dan tulis sangat gencar mengangkat fenomena seni tari daerah (seni budaya). Contoh yang sedang hangat yaitu tari Pendet yang sedang di pendet, di daku atau istilah kerennya di klaim milik Malaysia. Maka silang sengkarut komentar dari berbagai elemen bangsa dengan argumennya masing-masing. Simpulan secara umum Malaysia dianggap melecehkan bangsa Indonesia yang kesekian kalinya. Sedang dari sudut pandang lain, guru seni tari dan sanggar tari merasa tertantang, tersanjung sekaligus terpukul, karena wacana seni daerah mampu nebeng kesempatan untuk menjadi tenar dalam perdebatan secara nasional. Kita, bahkan dunia mengakui bahwa seni budaya dari Bali sangat luar biasa.
Peran guru seni tari dan sanggar tari akan lebih tertantang dan tersanjung jika perhatian tersebut tidak berhenti pada forum wacana. Artinya perhelatan seni budaya daerah perlu dikaji bagaimana implementasi di masyarakat sebenarnya. Mulai dari keberadaan tari gambyong, tari srimpi, tari kecak, wayang kulit, wayang krucil, wayang orang, reog Ponorogo, ketoprak, ludruk dan lain-lain.
Setelah stakeholder mengetahui duduk persoalan sebenarnya barulah diambil tindakan yang tepat dan bijak. Dengan maksud agar kekayaan seni tari daerah tersebut mampu tumbuh dan terpelihara seiring dengan pengaruh perkembangan budaya asing. Selanjutnya mampu membekas kepada anak cucu generasi bangsa. Artinya kita tetap sebagai bangsa yang terbuka dan siap berubah, tetapi tetap memelihara dan mempertahankan eksistensi budaya lokal menjadi budaya nasional.
Persepsi sama
Berdasarkan fenomena tersebut, alangkah indahnya jika semua elemen bangsa dan para stakeholder duduk bersama untuk mencari solusi yang bijak. Artinya tidak hanya sekedar berdebat dan menghujat. Jika mau cermat mengamati di sekeliling kita, persoalan menghilangnya seni tari daerah karena faktor pemerintah, televisi, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan orangtua.
Fakta tersebut bermula minimnya dukungan/penghargaan dari pemerintah, sehingga orangtua kurang percaya kepada anaknya jika mau mengembangkan potensi seni budaya. Faktanya mereka lebih memilih pada perkembangan teknologi, dan abai terhadap seni budaya. Contoh alangkah bangganya para orangtua kalau anaknya pandai menari tari dance, menyanyi lagu pop, lagu rock, lagu barat dan lain-lain. Kita layak mengapresiasi positif terhadap bertahannya sanggar tari. Namun faktanya sanggar tari tersebut sepi dari jumlah murid. Itulah keprihatinan kita. Artinya seni tari atau seni budaya daerah di Indonesia hidup enggan matipun tidak mau.
Tidak kalah pentingnya peran KPI dianggap mandul dan kurang apresiatif terhadap seni tari daerah. Selama ini kita juga perlu mengapresiasi positif kepada TVRI masih berkesempatan menyajikan acara-acara tari daerah. Sedang televisi swasta mestinya juga ikut bertanggungjawab terhadap merosotnya seni tari daerah, maka sudah sewajarnya jika mereka ikut berkesempatan menayangkan seni budaya lokal beberapa menit di setiap harinya.
Pertanyaannya mengapa hal tersebut terjadi? Faktanya nilai jual seni budaya daerah kurang laku, bahkan tidak laku, kecuali tari-tarian dari daerah Bali. Dikesempatan yang “mulia” ini, para produsen mestinya mau memanfaatkan momen ini untuk membuat promosi produknya dengan diselipi seni budaya daerah/tari lain yang sedang diperkarakan. Sudah sepantasnya masyarakat mengapresiasi positif terhadap salah satu produk minuman yang menyisipkan tari Pendet dalam iklannya.
Dengan mencuatnya kasus tari pendet didaku atau diklaim atau benar-benar dipendet Malaysia, itu artinya kita, masyarakat, bangsa dan negara mendapat tamparan yang menyesakkan dan menyakitkan. Selanjutnya maukah masyarakat dan pemerintah melestarikan seni budaya daerah atau sekedar berwacana belaka?
Untuk melestarikan berbagai seni budaya daerah Indonesia diperlukan persepsi yang sama, mulai dari pribadi keluarga, masyarakat, bangsa bahkan negara. Maka sudah seharusnya pemerintah pusat dan daerah untuk cancut taliwondo mengambil langkah strategis. Diantaranya memberi penghargaan kepada seniman daerah berupa materi yang sepadan dengan karya-karyanya, dan membenahi program pembelajaran di tingkat pendidikan dasar berkait dengan mata pelajaran Seni Budaya. Sehingga pernyataan Darma Putra selaku dosen Sastra Universitas Udayana yang berbunyi: “…sudah sejak lama Bali dilanda kekosongan laboratorium kebudayaan, kompas 5 September 2009, tidak benar adanya. Artinya terlahir kebijakan baru menjawab pernyataan tersebut.
Pertama, pemerintah berkenan mempertimbangkan untuk mau mencetak guru seni tari lebih khusus tari daerah Bali dengan lisensi D1 sampai dengan D4, untuk dipersiapkan mendidik dan mengajar di SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK. Waktu yang diperlukan antara 1 tahun sampai terpenuhinya guru tari Bali di seluruh penjuru negeri. Bagaimana Menteri budaya & pariwisata dengan Mendiknas?
Kedua, memberlakukan team teaching untuk guru seni budaya di tingkat SMP/MTs, SMA/SMK jika guru dan sarana prasarana tersedia. Sesuai dengan rambu-rambu kurikulum 2006 mata pelajaran (mapel) Seni Budaya yang berbunyi: “Sekolah seyogyanya menyelenggarakan semua aspek (bidang seni) dalam kurikulum (rupa, musik, tari dan teater). Artinya, jika di suatu sekolah tersedia guru seni rupa, seni musik dan seni tari, maka sekolah tersebut dapat memberlakukan atau memberi kebebasan kepada peserta didiknya untuk memilih dan mengembangkan bakat dan minat siswa dibidang seni budaya. Dengan difasilitasi pemuataran/penayangan lagu-lagu daerah pada hari tertentu dan didukung pula program ekstrakurikuler mapel seni budaya. Pernyataan tersebut merealisasikan Permendiknas N0 39 tahun 2009, lebih khusus melaksanakan program team teaching, sekaligus memberdayakan guru seni budaya dan peserta didik agar berkembang maksimal.
Keprihatinan kita adalah keberadaan siswa didik kurang berminat terhadap seni budaya daerah, kata-kata yang terlontar dari pembicaraan mereka bahwa tari/lagu daerah adalah kuno (ketinggalan jaman). Itulah persoalan yang menampar wajah dunia pendidikan saat ini. Penulis berasumsi bahwa fakta tersebut adalah bias dari program Ujian Nasional (UN) yang hanya menekankan faktor pengetahuan (koqnetif) belaka. Fakta keterampilan (psikomotor) kurang mendapat perhatian. Imbas yang nyata, kita hanya bisa berkoar-koar mana kala seni tradisi di klaim bangsa lain. Memprhatinkan! Yah begitulah realitasnya.
Memutus mata rantai benang kusut tentang seni budaya daerah tersebut, hendaknya masyarakat, bangsa dan negara mau instropeksi untuk merajut kembali seni budaya daerah yang hampir punah, bahkan lenyap dari bumi pertiwi. Alangkah bijaknya jika para stakeholder lebih tegas memberlakukan setiap ada ijin pentas seni wajib disertai kolaborasi dengan lagu/tari daerah, dan mau memutuskan atau memberlakukan secara nasional seni budaya daerah yang telah diakui kehebatannya, seperti tari pendet, dapat diangkat secara nasional diajarkan ke seluruh penjuru negeri Indonesia. Mari kita pendet Malaysia dengan ilmu seni budaya dan teknologi, jangan hanya sekedar terprofokasi ganyang Malaysia. Bagaimana dengan Anda?
Ambarawa, 8 Sebtember 2009.
Oleh Roto. Email: roto_amb{@yahoo.com
Guru Seni Rupa di SMP Negeri 1 Sumowono.
Mahasiswa Pascasarjana UMS. HP 086866260943
Referensi:
1. Koran Kompas, Suara Merdeka, Solopos dan Jawa Pos.
2. Permendiknas NO 39 tahun 2009.
3. KTSP Seni Budaya, 2006.