Ketua Agupena Semarang

Ketua Agupena  Semarang
Roto, S.Pd

Tantangan Penelitian Tindakan Kelas

Senin, 05 Juli 2010

Oleh Roto
GEMA guru dalam menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI), terlebih Penelitian Tindakan Kelas (PTK), pada tahun belakangan menggembirakan. Sedang sebagian guru lain berpandangan PTK merupakan tantangan, rintangan sekaligus momok menakutkan. Menurut Muhamad Zayuri (dosen Unnes) dalam sarasehan mata pelajaran (mapel) Seni Budaya di SMP 2 Ungaran, 9 Juni 2010, menyatakan bahwa PTK dapat dikategorikan penelitian yang paling sederhana.

Pembicaraan PTK mulai marak diperdebatkan, namun sebagian besar guru belum melaksanakan, sebab dalam keseharian guru lebih fokus pada pekerjaan administrasi sekolah dan sekaligus sibuk dalam kegiatan bermasyarakat. Itulah alibi yang sering terdengar di kalangan guru, bahkan lebih tragis lagi, mereka berdalih faktanya antara pengorbanan pembuatan PTK dengan pangkat yang diperoleh sangat tidak sepadan dengan gaji yang mereka dapatkan.

Secara akademis PTK mempunyai tujuan yang teramat mulia yaitu mengatasi problem yang ada di kelasnya. Siapapun pelaku guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pasti tidak lepas dari problem menjabarkan pokok materi di kelasnya. Persoalannya, bagaimanakah cara melakukan PTK?

Strategi Praktis
Adapun cara sederhana dan praktis yang dapat dijadikan pembanding untuk melaksanakan PTK adalah: pertama, guru mapel menginventarisir persoalan yang dihadapi di kelasnya. Adapun contoh persoalan yang dihadapi guru, diantaranya, mulai dari: a) persoalan KBM, tentang perlengkapan media; minat; dan sikap; b) persoalan Kompetensi Dasar (KD); alokasi waktu yang tersedia, dan lain-lain; c) persoalan sarana dan prasarana sekolah; d) persoalan metode pembelajaran, maksudnya metode apakah yang harus dipakai pada pokok bahasan tertentu. Misalnya: membuat patung; benda pakai; melukis kreasi; sejarah seni rupa dan lain-lain, tentu membutuhkan metode yang berbeda-beda.

Kedua, setelah guru menemukan persoalan yang ada, langkah berikut adalah menentukan masalah yang harus segera dicarikan alternatif pemecahannya. Masalah yang hendak dipecahkan adalah benar-benar terjadi di kelasnya.

Ketiga, setelah masalah ditentukan, kemudian guru berfikir metode yang harus dipakai untuk mengatasi persoalannya. Misal, masalah materi gambar bentuk pada kelas VII. KD tentang menggambar bentuk, berbentuk elips. Langkah yang dipikirkan guru adalah bagaimana caranya agar siswa mudah dan cepat dapat menggambar benda berbentuk elips tersebut, dalam waktu sesingkat-singkatnya. Maka, metode apa yang harus dipilih. Contoh, metode penggabungan demonstrasi dan metode melihat benda (objek) sebenarnya.

Keempat, setelah guru menentukan metode, langkah selanjutnya menjelaskan pengertian metode yang dipilih, diawali dari menjelaskan metode tersebut, menurut pendapat para pakar, yang bersumber dari internet dan terutama dari buku penelitian. Dengan catatan kutipan tersebut harus dituliskan secara lengkap dari sumbernya, dan jelaskan plus minusnya dari metode yang dipilih. Selanjutnya guru merangkum/ berpendapat dikaitkan dengan kondisi kelas dan materi ajarnya, yang menggambarkan kondisi yang diharapkan.

Dari uraian materi di atas, dapat disimpulkan guru telah melakukan pembuatan proposal, yang di dalamnya mencakup gambaran dari Bab I, II dan III.

Kelima, sampailah pada praktik melakukan PTK di kelasnya. Proposal itulah yang dapat dijadikan pedoman melakukan PTK dalam praktik sebenarnya. Pelaksanaan praktik PTK diperlukan pendamping yang disebut kolaborator.

Kolaborator yang dipilih adalah guru serumpun yang lebih senior (dalam arti senior ilmunya) atau menggunakan guru lain yang dipandang lebih memahami proses KBM, dan atau secara otomatis menggunakan kepala sekolahnya. Kepala Sekolah berfungsi sebagai pemberi ijin, penilai Rencana Pembelajaran (RP), sekaligus sebagai nara sumber untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya.

Dalam praktik sebenarnya, guru akan mengenal istilah siklus. Proses penelitian diawali dari kondisi pra siklus, yaitu merencanakan, melaksanakan, pengamatan dan refleksi. Pada pra siklus guru memaparkan kondisi keadaan kelas, yang di dalamnya berisi nilai di kelas tersebut rata-rata terendah. Selanjutnya sampailah pada siklus satu, dan dua (paling sedikit dua siklus). Setelah ditemukan kepuasan, dalam arti nilai yang diperoleh telah melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencapai lebih dari atau samadengan 85 persen, berarti penelitian telah berakhir, selanjutnya ditindak lanjuti dengan pelaporan.

Oleh ROTO, Pendidik SMP1 Sumowono, Ketua Agupena Kab. Semarang, Mahasiswa Pascasarjana UMS

Rujukan:
1. Pengalaman sebagai guru 26 tahun; pengalaman menyusun PTK dan pengalaman
mengikuti pelatihan penilaian Penetapan Angka Kredit di solo Desember 2009;
pengalaman mendampingi bimbingan PTK di Agupena Kabupaten Semarang 2010.
2. Pertanyaan & jawaban di sekitar Penelitian Tindakan Kelas & Tindakan Sekolah, oleh Suharjono.
3. Makalah Suharsimi Arikunto, dalam pelatihan penilaian pengembangan profesi di hotel Kusuma Sahid Solo.
4. PTK 2007, oleh Prof. Suharsimi Arikunto, Prof. Suharjono dan Prof. Supardi.

(Terbit pada Jawa Pos Radar Semarang, 4 Juli 2010)