Ketua Agupena Semarang

Ketua Agupena  Semarang
Roto, S.Pd

Senin, 07 Juni 2010

Pendidikan
07 Juni 2010
Suara Guru
Pendidikan Karakter

* Oleh Haryati

KRITIK ikhwal karut marut dunia pendidikan di negeri ini kerap menjadi wacana publik yang membetot perhatian banyak pihak. Wacana yang mengemuka adalah dunia pendidikan gagal membentuk karakter anak bangsa.

Mencuatnya banyak kasus korupsi, ketidakdisiplinan kerja, membeludaknya pengangguran, kreativitas dan daya juang yang rendah, serta nilai-nilai moral yang tidak tertanam dalam hati, merupakan contoh dari kegagalan dunia pendidikan membentuk karakter anak didik.

Dunia pendidikan laksana tengah terjangkiti virus krisis ideologi, krisis karakter, krisis jati diri, dan krisis kepercayaan. Sebab, diakui atau tidak, yang ada saat ini pendidikan cenderung hanya menggunakan standar normatif. Bahwa siswa dianggap berhasil sekadar diukur dari kompetensi di bidang kecerdasan akademik, penguasaan ilmu, dan tehnologi.

Ini bukan berati kompetensi akademik dan penguasaan tehnologi tidak penting, tapi standar formal itu juga harus diimbangi dengan pendidikan karakter yang baik melalui penanaman budi pekerti dan kepribadian yang unggul.

Dengan memadukan kompetensi akademik, pendidikan budi pekerti dan keribadian yang tangguh, bukan tidak mungkin akan melahirkan pribadi-pribadi yang punya integritas tinggi untuk membangun diri dan lingkungannya.

Nilai Lebih

Dengan demikian, kasus-kasus yang mengemuka saat ini berupa tindak korupsi, membeludaknya pengangguran, dan tidak kriminalitas tidak bakal marak terjadi, tapi akan terkurangi, kalau tidak hilang sama sekali.

Karena tidak bisa dipungkiri dengan pendidikan berkarakter atau kepribadian yang baik akan bisa dihasilkan sumber daya manusia dengan nilai lebih. Seperti orang Malaysia yang dikenal gentlemen, terhormat, dan terpercaya, orang Jepang yang konsisten lebih memilih mati daripada malu di negeri sendiri, atau orang China yang pekerja keras dan tidak mengenal lelah.

Lalu jati diri kita? Harus diakui secara jujur masih kalah dengan tiga negara tersebut. Inilah tugas yang harus diemban oleh dunia pendidikan negeri ini. Bagaimana bisa menerapkan pendidikan karakter yang baik, sehingga bangsa kita terhormat di negeri sendiri atau negara lain.

Akankah kita terus berada dalam ambang ketakmenentuan dalam mendidik anak bangsa atau lari dari keterpurukan dengan mengencangkan spirit pendidikan karakter di negeri sendiri? Dunia pendidikanlah yang bisa menjawab! (37)

— Haryati, guru SMAN 1 Kertek Wonosobo