Ketua Agupena Semarang

Ketua Agupena  Semarang
Roto, S.Pd

Sepuluh Kiat Praktis Menulis

Minggu, 21 Februari 2010

Pernahkan kita mendengar nama Helvy Tiana Rosa, Habiburrahman Al Shirazy, Andrea Hirata, Mbak Pipiet Senja, Emha Ainun Najib, Eef Saefullah Fatah, Ahmad Tohari, Ahdiat Kartamiharja, Sawali Tuhusetya atau barangkali Izzatul Jannah? Yups, mereka semua merupakan sosok penulis Indonesia yang sangat terkenal. Tulisannya sering kita jumpai berupa buku, novel, cerpen atau artikel di surat kabar, majalah dan media lainnya.

Konon, mampu menulis itu akan mendatangkan banyak manfaat. Baik yang sifatnya moril maupun materil. Ada seorang kawan guru yang karena aktif menulis buku di penerbitan ternama dapat jatah melancong ke luar negeri. Ada pula dosen muda yang ‘kebeli’ mobil dari hasil tulisannya (baca : buku karangannya best seller), bahkan sebuah artikel saja yang dimuat di surat kabar nasional, honornya bisa mencukupi untuk sarapan pagi di warung makan sederhana (baca : warteg) selama satu minggu penuh. Wow…apa iya?

Namun yang terpenting bahwa menulis itu akan mendatangkan kepuasan batin. Apa sebab? Ya, karena buah pikiran, ide gagasan dan unek-unek yang ada di kepala dapat dibaca khalayak dan tentunya semoga bermanfaat bagi sesama. Bukankah ada hadits yang berbunyi, ‘ sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.”

Kiat Praktis Mulai Menulis
Lantas, bagaimana kiat praktis untuk memulai menulis itu? Berbicara kiat berarti membahas cara tau strategi yang perlu dilakukan. Berdasarkan literatur dan sharing pengalaman antarpenulis, setidaknyna ada sepuluh kiat yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan.

Pertama, milikilah keinginan yang kuat. Tentu kita setuju bahwa keinginan kuat berbeda dengan hanya sekedar keinginan. Sebuah keinginan saja belum tentu diperjuangkan dengan serius dan konsisten, sedangkan keinginan yang kuat itu betul-betul ingin diwujudkan dan dicapai. Dan, untuk mencapai serta mewujudkannya seseorang mau dan siap kerja keras, tekun belajar dan berusaha dengan tidak kenal lelah.

Kedua, mulailah menulis sekarang juga (baca : write now. Right away!). Ketika ingin menulis, maka lakukan saja dan jangan ditunda-tunda (diengke-engke). Menulis apa? Ya, apa saja yang memang ingin ditulis. Bisa berupa artikel, cerpen, dongeng, puisi, laporan perjalanan, pengalaman menyenangkan atau menyedihkan dan tulisan lainnya.

Ketiga, selesaikan tulisan sampai utuh. Maksudnya, menulis jangan setengah-setengah, akan tetapi semua yang ada di pikiran, betul-betul mewujud, tumpah ruah dalam sebuah karya tulis. Bukan berarti, tidak boleh istirahat atau makan dulu, namun upayakan tuntaskan dari awal hingga akhir.

Keempat, jangan malas untuk merevisi. Terkadang ini adalah penyakit penulis terutama penulis pemula. Perlu disadari bahwa menulis itu tidak bisa langsung jadi, seperti halnya membuat kue terkecuali bagi penulis kawakan. Maka, bagi penulis pemula, revisi menjadi keniscayaan (sine qua non). Baca –renungkan tulisan kita. Isi tulisan dikaji lagi, kalau kurang ditambah, kalau lebih dikurangi. Begitu pun redaksional kalimat/kata yang kurang tepat diedit kembali. Boleh juga bahkan dianjurkan untuk minta masukan/kritikan orang lain tentang tulisan tersebut, sehingga lama-kelamaan akan bertambah baik. Intinya, Jangan alergi dengan kritikan dan harus giat merevisi!

Kelima, tumbuhkan dalam diri sikap konsisten (istiqomah). Jangan sampai ketika mengalami kesulitan, lantas putus asa dan tidak mau mencoba lagi. Kalau belum berhasil coba lagi, coba lagi dan coba lagi. Ingat Thomas Alfa Edison? Ketika percobaan bola lampu, berapa ratus atau berapa ribu kali dia gagal? Setiap mengalami kegagalan, dia mencoba lagi dan terus mencoba lagi. Begitu pun penulis pemula, ketika belum berhasil coba lagi. Ada baiknya memiliki semacam target yang jelas ketika menulis.

Keenam, berlatih dan teruslah berlatih. Untuk langkah ini bisa menggunakan berbagai sarana seperti buku harian, agenda kerja, coretan kecil dan yang lainnya. Ungkapkan segala perasaan baik sedih maupun gembira, laporan perjalanan, hasil pengamatan, pengalaman belajar atau mengajar dan aktifitas lain. Semua itu secara tidak langsung akan membantu dalam meningkatkan kemampuan menulis.

Ketujuh, perbanyak membaca. Jadikan membaca sebagai kebutuhan. Tidak dipungkiri bahwa seseorang yang mampu menulis karena memiliki wawasan dan pengalaman. Untuk meningkatkan wawasan maka membaca menjadi keharusan. Membaca buku, kitab, majalah atau surat kabar. Ada baiknya juga untuk ajang latihan, membaca dan memperhatikan hasil karya tulis orang lain berupa artikel, cerpen, dongeng dsb. Perlu juga membaca alam sekitar/lingkungan sosial yang terjadi sehingga akan menambah ketajaman ketika menulis. Jangan harap bisa menulis kalau malas membaca.

Kedelapan, ikuti kursus dan pelatihan jurnalistik. Kegiatan seperti ini akan sangat membantu untuk menguasai teori menulis. Misal, bagaimana cara menulis sesuai kaidah bahasa, membuat karya ilmiah, menuangkan ide gagasan, menentukan tema dan sejumlah teori lainnya.

Kesembilan, miliki berbagai literatur atau koleksi buku tentang kepenulisan. Kalau memungkinkan setiap terbit buku baru yang membahas tetek bengek menulis langsung saja beli. Manfaatnya adalah untuk menambah wawasan dan lebih familiar dengan dunia tulis menulis.

Kesepuluh, publikasikan hasil karya tersebut. Ketika tulisan telah selesai maka sesederhana apapun, perlu dipublikasikan. Langkah ini dapat memanfaatkan mading, buletin, ajang lomba bahkan dikirim ke majalah, jurnal atau surat kabar. Termasuk website atau blog yang saat ini sedang menjamur. Jangan lupa minta masukan/koreksi dari redaksi. Perlu dingat kalau belum dimuat jangan kecewa dan putus asa. Coba lagi terus, sampai berhasil.

Demikianlah sepuluh kiat sederhana untuk mulai menulis. Pada akhirnya keberhasilan kita tergantung sejauhmana keinginan dan usaha yang dilakukan. Selamat mencoba dan semoga sukses.
***

Deni Kurniawan As’ari, S.Pd**
______________________
Ketua MGMP IPS SMK Kabupaten Banyumas, Sekretaris Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Cabang Banyumas. Webmaster Http://ispi.or.id


Catatan Kecil Seminar dan Lomba Penulisan Agupena Jateng


Seminar yang digagas Asosiasi Guru Penulis Seluruh Indonesia (Agupena) Provinsi Jawa Tengah yang dibarengi dengan pengumuman lomba menulis artikel untuk guru se Jawa Tengah yang dilaksanakan di LPMP Provinsi Jawa Tengah 25 Juni 2009 berlangsung sukses. Di balik beberapa kekurangan yang mungkin masih terdapat di sana-sini, kegiatan yang semula diperkirakan akan dihadiri 300 orang guru itu, di luar perkiraan membludak mencapai angka 400 peserta. Panitia pendaftaran pun dibuat kelabakan saat pendaftaran ulang peserta.

Kenyataan ini sungguh di luar dugaan. Agupena Jawa Tengah yang belum lama dibentuk dalam waktu singkat mampu melebarkan sayapnya. Sejak dideklarasikan 4 Februari 2009 di LPMP Jateng lima bulan lalu, Agupena provinsi secara perlahan mulai melebarkan sayapnya ke daerah-daerah dengan membentuk Agupena tingkat kota/kabupaten Jawa Tengah.

Tentu saja, Agupena sebagai sebuah wadah atau organisasi tidak berhenti sebatas perkumpulan para guru. Ke depannya, diharapkan para guru mampu mengekspresikan diri dan pikiran-pikirannya lewat tulisan. Bagaimanapun Agupena memang mengerucut sebagai wadah para guru sekaligus sebagai penulis.

Sebagaimana yang disampaikan Ketua Umum Agupena Provinsi Jawa Tengah, Deni Kurniawan, lomba penulisan artikel dan seminar dengan pembicara budayawan Ahmad Tohari dan pakar Karya Tulis Ilmiah Dr. Mulyadi, merupakan kegiatan kedua dari program yang sudah dirancang. Kegiatan pertama sebelumnya adalah bedah buku yang ditulis Ketua Agupena Pusat Achjar Chalil, bertajuk “Pembentukan Karakter Peserta Didik melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Fitrah”.

Tidak mudah memang agar sebuah organisasi bisa tetap eksis. Namun kerja keras dari Deni Kurniawan sebagai ketua umum dan mendapat dukungan luar biasa dari para pembina, penasihat, dan pengurus lainnya, diharapkan wadah ini ke depannya mampu menjadi corong yang lebih berarti bagi dunia pendidikan di Jawa Tengah khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Apa yang telah dilakukan oleh Agupena Provinsi Jawa Tengah barangkali barulah langkah awal. Masih diperlukan gebrakan-gebrakan lainnya, membangunkan gairah kepenulisan para guru, yang nota bene adalah para kaum intelektual.

Semoga saja langkah berikutnya bisa lebih memiliki arti tentunya. ***

Zulmasri, S.S.
Guru SMPN 2 Talun Kabupaten Pekalongan, Pengurus Agupena Jawa Tengah.