Ketua Agupena Semarang

Ketua Agupena  Semarang
Roto, S.Pd

Senin, 29 Maret 2010

Pendidikan
30 Maret 2010
Guru Bersertifikat Akan Diteliti
SEMARANG - Ketua PGRI Jateng Drs H Soebagjo Brotosedjati MSi tidak sependapat dengan adanya anggapan bahwa guru yang telah bersertifikat pendidik kinerjanya tidak berubah. Pihaknya dalam waktu dekat akan segera melakukan penelitian mengenai hal itu.

“Penelitian ini dilakukan bukan karena ada penilaian tentang tidak adanya perubahan kinerja. Ada penilaian atau tidak, penelitian ini sudah direncanakan dan merupakan kewajiban PGRI untuk melakukannya,’’ katanya.

Dia mengemukakan hal itu usai membuka rapat koordinasi Biro Bidang Penelitian dan Pengembangan, Biro Kerja Sama Antarinstansi dan Biro Advokasi dan Bantuan Hukum PGRI Jateng di kampus utama IKIP PGRI Semarang Jl Sidodadi Timur, Senin kemarin.

Soebagyo, didampingi Sekum PGRI H Muhdi SH MHum serta Humas H Agus Wismanto SPd, menjelaskan penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerja guru setelah bersertifikat. Hasil penelitian akan digunakan untuk melaksanakan tugas dan fungsi PGRI ke depan.

Menurut dia, seharusnya guru yang mendapat sertifikat merasa malu dengan teman sejawatnya dan masyarakat sekitarnya jika kinerjanya tidak berubah.
“Karena apa pun imbangannya, dia mendapat sertifikat lalu mendapat penghasilan tambahan dan ini diketahui oleh masyarakat. Apalagi sering kita baca di koran dan media elektronik, tentu mereka mendapat perhatian dari masyarakat,’’ paparnya.
Lebih Aktif Menurut pengamatan Ketua PGRI Jateng, banyak guru bersertifikat sudah tidak tradisional lagi dalam menyiapkan pelajaran yang akan disampaikan kepada anak didiknya. Artinya, mereka kini lebih aktif ikut seminar, bahkan membeli sendiri alat-alat yang menukung untuk profesionalisme jabatannya itu.

“Bahkan guru-guru kini sudah banyak yang memiliki laptop guna mendukung sistem mengajar. Sehingga kalau masih mengajar dengan cara tradisional, mereka merasa malu,” jelasnya.

Dia menambahkan, sudah terdapat perbedaan kemajuan profesionalisme setelah guru bersertifikat. Masih tetap ada satu atau dua guru yang tidak berubah, namun mereka pasti tetap malu dengan teman-temannya yang melakukan peningkatan profesionalisme.

“Jadi saya rasa guru yang sudah bersertifikat dan mendapat tunjangan harus malu kalau tidak lebih baik profesionalismenya. Kalau ada guru yang tidak profesional, maka pengurus PGRI Jateng yang paling bertanggung jawab,’’ paparnya. (E1-45)

Minggu, 28 Maret 2010

Pendidikan
29 Maret 2010
Suara Guru
Ujian Kejujuran

* Oleh Faozi Latif

BANYAK pihak tak setuju ada ujian nasional. Bukan karena takut ujian, melainkan menyinyalir pelaksanaan ujian nasional sering kali dinodai serangkaian ketidakjujuran. Ketidakjujuran itu bisa berupa mencontek antarsiswa atau tindakan yang justru difasilitasi sekolah. Memang betul ujian nasional bukan satu-satunya syarat kelulusan. Namun tanpa lulus ujian nasional, dijamin siswa tak lulus.

Berbeda dari ujian lain, yang sering digaungkan dalam ujian nasional selama ini adalah nilai minimal kelulusan. Tahun ini, rata-rata nilai kelulusan 5,5. Sebetulnya nilai itu tak terlalu tinggi. Akan tetapi sebagian besar sekolah menyikapi standar itu secara serius. Bahkan standar kelulusan itu menjadi momok menakutkan bagi siswa, sekolah, dan wali murid.

Hampir setiap sekolah memadatkan pembelajaran atau memberikan les pada siswa jauh sebelum pelaksanan ujian nasional. Itu sebagai persiapan agar siswa terbiasa mengerjakan soal-soal ujian nasional.

Kemudian, menjelang ujian nasional, beberapa sekolah "menginfus" siswa dengan mengadakan doa dan tahajud bersama. Langkah itu untuk menambah dorongan spiritual dan ketenangan ketika mereka mengerjakan soal ujian.

Ternyata di lapangan, banyak sekolah kurang mantap dengan hanya melakukan dua hal itu. Maka mereka membuat tim untuk mendukung kelulusan berdasarkan nilai minimal. Tim itu berupaya agar setiap siswa peserta ujian mendapatkan nilai minimal 5,5 untuk setiap pelajaran. Jika target itu tercapai berarti kerja tim dianggap sukses.

Tugas itu tidak ringan. Berat dan sangat berat. Bukan dalam pelaksanaan, melainkan setelah itu. Sebab, beban itu akan tetap terpikul sampai kapan pun sebagai beban psikologis.

Secara teknis, menjamin siswa lulus seratus persen merupakan perkara hebat. Namun ada yang lebih hebat lagi, yakni ketika siswa terlepas dari jerat ketidakjujuran dari mana pun. Mereka mampu mengeksplorasi sumber daya pribadi dan tak terpengaruh oleh apa pun.
Kontrak Kejujuran Langkah cukup menarik dilakukan SMP Pius Cilacap. Semua siswa kelas IX yang berjumlah 90 orang mengadakan kegiatan yang disebut kontrak kejujuran. Itu dilakukan untuk membentengi siswa agar percaya diri dan tak terpengaruh oleh jawaban dari luar.

Memang bukan tanpa risiko. Kejujuran sering berhadapan dengan persentase kelulusan yang kurang maksimal. Namun langkah itu merupakan pendidikan yang luar biasa di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan ujian nasional.

Mungkin hal itu bisa dijadikan contoh oleh sekolah-sekolah negeri dan swasta. Dengan tujuan, semua siswa lebih mengedepankan kejujuran ketimbang kelulusan.

Hasil ujian nasional yang dijadikan patokan sering kali mengabaikan proses. Yang penting, bagaimana sekolah meraih persentase kelulusan maksimal, walaupun dengan kualitas minimal.

Apalagi bagi sekolah swasta, hasil persentase kelulusan merupakan salah satu jualan dalam penerimaan siswa baru. Persentase kelulusan kecil, konon penerimaan siswa baru pun menjadi seret. Tak ayal, ujian nasional melahirkan sekolah-sekolah yang berani menjanjikan kelulusan seratus persen.

Mungkin perlu perombakan propaganda. Lulus ujian nasional bukanlah ketika siswa mendapatkan nilai rata-rata minimal, melainkan ketika siswa menjunjung tinggi nilai kejujuran.

Ujian nasional adalah ujian kejujuran. Siswa yang mendapat nilai besar tetapi tidak jujur dianggap tak lulus. Adapun siswa yang mendapat nilai kecil tetapi jujur, dialah yang lulus sebenarnya. (53)

- Faozi Latif guru SMK Muhammadiyah Karangpucung, Cilacap
Sekretariat: Roto 085866260943 SMP 1 Sumowono & Ani Taruastuti 08156513651 SMA 1 Ungaran
http://agupena-kabsemarang.blogspot.com Email: agupenasemarang@ymail.com

PROGRAM BIMBINGAN PTK
OLEH PENILAI P.A.K TINGKAT PUSAT PROF. Dr. SUHARSIMI ARIKUNTO
PELAKSANAAN PERIODE PERTAMA 7 APRIL 2010
PKL 13.00 WIB DI RUANG PERPUSDA AMBARAWA, DEPAN GEDUNG PEMUDA


PROSEDUR PELAKSANAAN:
1. MENDAFTAR PADA PENGURUS AGUPENA
2. PELAKSANAAN PADA BULAN APRIL, MEI, JUNI & JULI 2010.
3. SETIAP PERTEMUAN DIKENAKAN KONTRIBUSI
RP 100.000,-
4. FASILITAS MAKAN 1 KALI DAN SERTIFIKAT
5. KEGIATAN DIMULAI PKL 13.00 WIB S.D PKL 16.00 WIB

PENYELENGGARA
PENGURUS AGUPENA KABUPATEN SEMARANG
1. ROTO 2. Dra. ANI TARUASTUTI
3. SITI IDA, M.Pd 4 KRESTANTO, S.Pd
5. SUBROTO, S.Pd., M.Pd

DENGAN SLOGAN:
”M EMBANGUN SEMANGAT BERBAGI”