Gegap gempita hantu akreditasi sekolah yang terlaksana antara Juli dan Agustus 2009 telah usai dilaksanakan bertepatan dengan hadirnya bulan suci Ramadhan 1430 H. Akreditasi sekolah tingkat Jawa Tengah tersebut dapat dijadikan wahana merefleksi diri apa dan bagaimana perilaku para pegawai institusi sekolah selama empat tahun yang lampau.
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (assessment) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah.
Mencermati pengertian akreditasi tersebut, semua unsur yang terlibat di dalam institusi sekolah sudah pasti menunjukkan eskalasi tinggi atau ketegangan tinggi dalam rangka menyongsong pelaksanaan program akreditasi tersebut. Hal ini karena harga diri suatu institusi sekolah akan dipertaruhkan dalam rentang waktu dua hari pelaksanaan penilaian oleh tim asesor tingkat provinsi.
Proses kegiatan belajar-mengajar (KBM) selama empat tahun yang lampau akan terpotret melalui administrasi dokumen sekolah secara menyeluruh dalam waktu dua hari tersebut oleh pihak asesor.
Berdasarkan realitas itu, bagaimana agar kinerja sekolah benar-benar terpotret secara akurat dan tepat tanpa ada embel-embel apa pun, yang justru dapat menimbulkan efek negatif di hari kemudian, maka untuk efektifnya diperlukan komitmen yang kompak secara komprehensif dari masing-masing staf, guru, karyawan, dan peserta didik di bawah koordinasi kepala sekolah.
Adapun solusi yang dapat dicermati sebagai bahan perbandingan untuk menyukseskan program akreditasi sekolah diantaranya adalah menghayati dan melaksanakan dengan benar mulai dari program persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Pertama, persiapan. Kita menyadari bahwa komponen persiapan sangat menguras energi dari para karyawan, guru, kepala sekolah, bahkan sampai dengan pengurus komite sekolah guna melengkapi hal-hal yang belum ada. Maka, persiapan yang paling awal adalah kepala sekolah bersegera membentuk kepanitiaan. Sembilan guru atau karyawan ditunjuk sebagai ketua subbidang, bertanggung jawab untuk membidangi sembilan subkomponen sekolah.
Setelah ketua sub terbentuk kemudian membagi tugas kepada anggota untuk mempersiapkan dan mengumpulkan semua bukti fisik yang menjadi tanggung jawabnya. Bila bukti fisik belum dibuat maka bersegeralah melengkapinya, baik tentang surat keputusan, program kerja, bukti berupa foto, surat undangan, piagam, sertifikat, notulen, dan lain-lain. Bukti lain yang berkaitan dengan bangunan fisik di antaranya penataan macam-macam ruang dan mengadakan baru bila keuangan memungkinkan.
Pada format persiapan membutuhkan kejelian dan kecerdasan panitia untuk mewujudkan bukti fisik yang belum ada. Bukti fisik selama ini sering diabaikan oleh di antara guru yang kurang menghargai pentingnya dokumen. Maka, para petugas yang membidangi harus bersegera membuat tanpa saling menyalahkan kepada teman yang lain. Di sinilah pentingnya kekompakan dan kerja sama sangat-sangat diperlukan.
Jika bukti fisik dianggap telah mencukupi, perlu diadakan kroscek dokumen-dokumen persiapan dengan mengundang narasumber. Paling tidak dapat menghadirkan narasumber dari tingkat kabupaten, yaitu tim pengawas yang membawahi sekolahnya, dengan seizin kepala sekolah.
Kedua, pelaksanaan. Pelaksanaan adalah penggambaran kegiatan nyata dari tim asesor yang akan menilai kinerja sekolah. Ruang penilaian harus tersedia secara representatif. Ruang tersebut tersedia meja kursi, perlengkapan administrasi, yang dikondisikan secara berurutan dari komponen satu sampai komponen sembilan, dengan ditunggui para ketua subbidang dan dibantu para anggota.
Sebelum penilaian dimulai, semua guru harus mempersiapkan administrasi KBM selengkap-lengkapnya. Hal tersebut karena antara jam pertama sampai dengan jam ketiga, tim asesor secara acak akan masuk dan menilai kinerja guru ke ruang kelas untuk melihat secara langsung proses KBM atau supervisi.
Setelah melakukan supervisi, tim asesor akan memasuki ruang berikutnya untuk mengadakan penilaian administratif secara langsung, dengan tujuan untuk mengecek kebenaran fakta dan data yang ada.
Ketiga, evaluasi. Setelah kegiatan persiapan dan pelaksanaan terlampaui, langkah berikut adalah mengevaluasi pelaksanaan program akreditasi. Dalam forum pembubaran panitia, masing-masing ketua subbidang wajib melaporkan temuan-temuan yang dijumpai dari mulai persiapan dan terlebih temuan-temuan yang dijumpai oleh tim asesor guna ditindaklanjuti pada KBM berikutnya. Personel komponen sekolah harus mau merefleksi diri untuk mengadakan perbaikan-perbaikan dan meningkatkan hal-hal yang telah dipandang baik, untuk mewujudkan pribadi profesional sejalan dengan program sertifikasi guru.
Masalah dana
Tidak kalah pentingnya, untuk suksesnya program tersebut adalah tersedianya dana. Pendanaan dimulai dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi tidaklah sedikit dana yang diperlukan sekolah. Tanpa disadari dana yang diperlukan dalam pelaksanaan akreditasi sekolah mencapai puluhan juta rupiah. Problem berikutnya adalah tidak tersedianya dana yang menyatakan secara spesifik untuk melaksanakan program akreditasi tersebut. Itulah problem besar yang menganga di depan mata kepala sekolah di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Berkaca pada realitas tersebut, sudah seharusnya para pengambil kebijakan (stakeholder) di bidang pendidikan dengan penuh tanggung jawab menganggarkan dana akreditasi mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Para pelaku pendidikan bertanya-tanya apa implikasinya setelah institusi sekolah diakreditasi? Adakah kucuran dana yang diperuntukkan pada sekolah yang terakreditasi dengan didasarkan pada perolehan nilai A, B, dan atau C? Bagi semua komponen sekolah, jalan paling sederhana adalah wajib bekerja secara maksimal, penuh dedikasi dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas KBM dan tugas tambahan yang diembannya. Semoga.
Roto Pendidik di SMP Negeri 1 Sumowono, Ambarawa, Jawa Tengah
Oleh Roto
0 komentar:
Posting Komentar