Ketua Agupena Semarang

Ketua Agupena  Semarang
Roto, S.Pd

Berebut "jarum CPNS" dalam jerami

Selasa, 09 Maret 2010

Budaya bandit dan berperilaku korup di negeri ini, masih sangat jauh panggang dari api untuk diberantas. ìIni persoalan sistemik, tidak melihat persoalan karena kelakuan individu satu atau dua orang. Maka perlu solusi yang komprehensif. Untuk itu harus ada reformasi totalî (Anies Baswedan, SM 5-11-2009). Mau bukti silakan tengok perseteruan antara KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) vs Kepolisian. Para oknum saling mengklaim dirinya tidak terlibat dalam kasus skandal bobroknya birokrasi di negeri ini.

Di balik hingar-bingar perseteruan KPK dengan kepolisian tersebut, ada yang lebih menggelisahkan bagi masyarakat yang hendak berebut jarum menjadi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil). Mengapa? Karena, orang-orang yang berebut kursi CPNS tersebut adalah golongan orang-orang yang bergulat dengan kekurangan, kekerasan, dan kemiskinan dalam mempertahankan hidup. Berbeda dengan para oknum yang terlibat kasus perseteruan di atas. Mereka, sudah terbiasa dengan bergelimang harta, kecuali mental bobrok yang dia sembunyikan di balik dasi dan baju necisnya. Mau ingkar? Itulah realitas budaya saling mengibul oleh para oknum di negeri ini.

Adapun yang perlu dipikirkan adalah warga, rakyat, dan generasi kita, yang telah berwiyata bakti puluhan tahun dengan gaji antara Rp 150.000 sampai dengan Rp 250.000 per bulan. Padahal jumlah kursi yang diperebutkan tidak sebanding dengan yang merebutkan, bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami. Sebagai ilustrasi pada tahun belakangan banyak terjadi PHK, belum lagi ditambah jumlah lulusan sarjana yang selalu meningkat di setiap tahun, bahkan jumlah lulusan sekolah menengah atas lebih besar.

Terlebih warga masyarakat dari desa sangat tidak terbendung melakukan urbanisasi usai Lebaran. Padahal mereka sangat minim keterampilan. Berspekulasi-lah mereka mengadu nasib di rantau (kota-kota besar), bahkan sebagai tenaga kerja di luar negeri. Kemungkinan terburuk bagi para urban adalah menjadi gepeng (gelandangan dan pengamen), bahkan sangat mungkin terlibat dan melakukan tindak kriminal. Fenomena tersebut sangat kontra produktif dengan imbauan para stakeholder negeri ini.

Di balik gema sengketa KPK dengan kepolisian, ada yang lebih bergelora dan menggelegak di seantero bumi pertiwi, adalah memperebutkan kursi CPNS. Tipu daya dengan caracara yang cantik mulai bergentayangan yang dilakukan para oknum. Konon kabar yang beredar para anggota legislatif sangat berpeluang besar sebagai orang yang diduga melakukan ìpersengkongkolanî dalam memperebutkan kursi CPNS. Untuk lulusan SMA/SMK, konon harus menyediakan dana Rp 60 juta-an, untuk sarjana (S1) mencapai Rp 80 juta-an (Wawasan, 15 Oktober 2009).

Kasus-kasus pembodohan dan pembobrokan mental oleh para oknum sangat luar biasa menggiurkan dalam memangsa korbannya. Anehnya para aparat sulit membongkar sindikat tersebut. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kasus serupa justru diduga menimpa pada lembaga penegak hukum, seperti contoh kasus di atas.

Luar biasa keanehan yang menggerogoti negeri ini, konon negara kita adalah ’’gemah ripah loh jinawi” yang telah merdeka tidak muda, bahkan sudah seumur 64 tahun. Namun realitasnya para pengangguran sangat berpotensi menjadi korban keterpaksaan, ketertindasan karena ulah para oknum yang melakukan KKN masih sangat menganga lebar di depan mata kita.

Kekuatan diri
Agar kita tidak mudah terjebak pada rakusnya glamour kehidupan, jalan paling sederhana adalah mempersiapkan kekuatan diri dengan cermat untuk menghadapi lowongan kerja CPNS yang digelar pemerintah pada bulan Oktober sampai Desember 2009. Pemahaman sederhana dalam mengikuti seleksi penerimaan CPNS adalah mempersiapkan mental secara sportip. Dalam arti tidak mudah goyah dalam menghadapi rayuan para calo CPNS yang selalu bergentayangan. Sesuai pernyataan Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Kabupaten Semarang, (Wawasan, 6- 11-09): ’’Kita jamin bersih dari KKN. Tidak ada istilah titipan,” tukasnya. Pernyataan tersebut layak didukung oleh BKD di seluruh Jateng, bahkan se-Indonesia.

Jikalau usaha-usaha sportif telah dilakukan, namun kegagalan tetap menghampirinya, bukan berarti dunia lalu menjadi kiamat. Kata orang bijak kita harus mampu melepaskan ketergantungan terhadap siapa pun makluk di dunia ini.

Budaya kerja keras dan pantang menyerah, sepanjang jalannya benar harus dipertaruhkan. Pasti jalan yang lebih indah akan dinikmati di hari kemudian. Kata-kata bijak Mario Teguh yang selalu menghiasi metro tv pada Minggu sore (pkl 19.05 WIB), sangat menarik untuk diikuti dan direnungkan. Berbuatlah baik dengan siapa pun, lalu perhatikan apa yang terjadi.

Dalam memperebutkan kursi CPNS, harus memahami proses rekrutmen pegawai, menurut Andrew F Sikula dalam seleksi ada dua macam. Pertama, Succesive-Hurdles adalah sistem seleksi yang dilaksanakan berdasarkan urutan testing, yakni jika pelamar tidak lulus pada suatu testing, ia tidak boleh mengikuti testing berikutnya dan pelamar tersebut dinyatakan gugur.

Kedua, Compensatory-Aproach adalah sistem seleksi yang dilakukan dengan cara si pelamar mengikuti seluruh testing, kemudian dihitung nilai rata-rata tes apakah mencapai standar atau tidak. Pelamar yang mencapai nilai standar dinyatakan lulus, sedangkan pelamar yang tidak mencapai standar dinyatakan gugur atau tidak diterima, (H Malayu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal: 56). Sebagai ilustrasi pola tes pada tahun-tahun sebelumnya, waktu yang tersedia dua jam sedang materi cenderung bersifat umum.

Roto
Pendidik SMP Negeri 1
Sumowono Semarang


0 komentar:

Posting Komentar