Ketua Agupena Semarang

Ketua Agupena  Semarang
Roto, S.Pd

Teladan itu Masih Ada

Selasa, 09 Maret 2010

Dalam Metro TV saat acara Oase Sabtu, 24 Oktober 2009 pukul 03.00 dini hari, ada sesuatu yang menyentak dalam menggerakkan saya untuk mau menulis pada koran ini. Dalam keraguan terbersit bayangan suatu teori yang mengatakan homo homini lupus, artinya manusia itu laksana serigala bagi manusia lainnya. Mengerikan

Namun pada acara Oase tersebut, ternyata masih ada fakta luhur perilaku manusia yang bertolak belakang dengan teori di atas. Adapun ilustrasinya adalah: ’’Guru itu pengabdian, tidak ada pamrih dan tidak ada tuntutan.” Dia mengalir bagai air nan jernih dari mata airnya, dari pegunungan, dan dari mana pun dia ada. Itulah air yang selalu mengalir mengairi kehidupan. Tidak ada yang menolaknya, (kecuali jika berlebih) semua kehidupan pasti membutuhkan. Semakin jernih air itu mengalir, semakin bermakna dalam kehidupan manusia.

Semakin banyak yang menimba, justru jumlahnya semakin banyak dan semakin jernih. Itulah air kehidupan yang tidak pernah congkak dan tidak pernah menuntut macammacam. Siapa gerangan? Mereka itu ada, ada di mana-mana, mengalir tiada henti. Mereka layak diteladani dan dihormati. Belum seberapa jika dibanding dengan apa yang engkau korbankan. Apa dan bagaimana dia berkorban? Dengan senang, gembira, senyum, dan kasih, mereka mengabdi. Tanpa peduli dengan persoalan yang menghimpitnya. Dengan bangga, keluarganya selalu mendukung sepak terjangnya.

Ia jual rumahnya, untuk membiayai kebutuhan sekolahan dan siswa didiknya. Ia curahkan tenaga dan pengabdiannya. Ia bercita-cita ingin mendirikan satu sekolah serupa di setiap kecamatan, yang ada di kabupatennya. Itulah sekilas perjuangan guru Autis.

Contoh kasus seorang anak yang telah berusia 9 tahun, jika anak tersebut normal seharusnya setara dengan siswa kelas 3 SD. Namun apa daya anak yang bernama Bambang, putra dari ibu Eti belum bisa apa-apa. Dikisahkan anak tersebut pernah mengalami sakit panas berkepanjangan, setelah sembuh perkembangannya kurang wajar, merengek- rengek dan menangis sepanjang hari. Proporsi tubuhnya kurang seimbang dan sejenisnya, (Metro tv, 24 Oktober 2009). Orang awam menyebutnya anak tersebut adalah Autis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, austistik artinya terganggu jika berhubungan dengan orang lain.

Masyarakat awam, bahkan guru umum menyebut, alangkah beratnya, beban guru SLB (Sekolah Luar Biasa), dalam membimbing siswa didik yang mempunyai perkembangan kepribadian terbelakang. Namun, berkat guru SLB dalam membimbing dengan telaten, dengan kasih, dengan senyum tanpa mengenal lelah, sehingga mampu mengantarkannya menjadi anak yang mandiri.


Keteladanan
Ibu Nanik namanya. Betapa mulia hati dan cerdas pemikirannya. ’’Ternyata teladan itu masih ada!” Ya, Ibu Nanik, selaku kepala sekolah autis di Tangerang, Banten, dengan dibantu tiga tenaga guru lainnya. Akankah pengabdian dan perjuangan itu mengetuk nurani kita dan nurani guru sekolah umum? Menarik untuk direnungkan dan didiskusikan. Kepada para gurulah persoalan itu disajikan. Kepada stakeholder dan atau dermawanlah persoalan membangun sekolah autis (SLB) itu direalisasikan.

Berbahagialah para guru yang mengajar di sekolah umum, karena dengan melihat, mengamati dan menilai, kita bisa berempati untuk bisa meneladani kesabaran dan keteguhannya dalam membimbing siswa didiknya. Sudah sepantasnya kita mau membuka hati, untuk mengapresiasi setinggi-tingginya kepada para guru SLB di seluruh Indonesia. Sangat layak jika mereka mendapat kesejahteraan lebih, seperti pengabdian dan pengorbanan yang mereka tunjukkan ’’lebih” di setiap hari kepada siswa didiknya.

Berkaca pada guru SLB, sudah seharusnya para guru umum ikut berhenti sejenak, untuk merenung dalam memaknai kehidupan guru. Guru, engkaulah pejuang sejati nan abadi, penerang cahaya dalam kegelapan dan kehidupan. Pengikis kemiskinan dalam kebodohan. Namun guru juga manusia, maka salah dan khilaf juga pasti ada.

Di sisi lain, selamat berkarya para menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II tahun 2009-2014 yang baru saja dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selamat menyejahterakan rakyatmu dan bangsamu. Berkat ibumulah engkau ada, berkat gurumulah engkau bisa membaca dan berpidato, berkat kerja kerasmulah engkau bisa menjadi menteri. Luar biasa!

Berbahagialah guru, jika mendengar mantan muridnya menjadi perawat, dokter, hakim, DPR, dosen, camat, bupati, gubenur, menteri terlebih menjadi presiden. Berkat karyamulah negara ini maju, berkat kegagalanmulah korupsi ini menghampiri mantan siswa didikmu.

Maka, janganlah engkau congkak dan sombong. ’’Ingat prestasimu, juga ingat kegagalanmu!”

Namun jangan khawatir guru, berkat jasamu mantan siswa didikmu lebih banyak yang maju, cerdas, ikhlas, dan amanah, daripada yang berbuat korup. Sekalipun bapaknya penjahat, mana ada orang berharap anaknya menjadi koruptor, apalagi guru yang berkonotasi digugu lan ditiru , pasti dia berjuang keras agar mantan siswa didiknya menjadi anak yang cerdas iptek dan imtaqnya, berkepribadian, beretos kerja tinggi, berkarakter, dan amanah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Hanya sebagian orang (oknum) yang berperilaku rakus bak binatang buas yang mampu melakukan tindakan kotor dan membohongi nuraninya untuk berperilaku koruf untuk memenuhi hawa nafsu bejatnya.

Selamat berjuang guru. Jangan engkau kotori, dan nodai perbuatanmu yang mulia itu. Karyamu selalu ditunggu oleh anak cucu, rakyatmu dan bangsamu.

Roto
Pendidik di SMP Negeri 1
Sumowono

0 komentar:

Posting Komentar