SEBAGAI individu, setiap peserta didik memiliki keunikan. Keunikan yang sekaligus mencerminkan keberagaman itu merupakan potensi yang memerlukan penyaluran secara proporsional, sehingga dapat teraktualisasi menjadi prestasi. Karena itulah, pendidikan di SMA menyelenggarakan progam penjurusan dengan tiga pilihan, yakni bahasa, IPS, dan IPA.
Permasalahan yang sering terjadi dalam proses penjurusan adalah pemaksaan kehendak untuk masuk ke jurusan tertentu dengan mengesampingkan potensi siswa dan tak berpihak pada kelancaran kesuksesan studi siswa. Itu banyak disebabkan oleh pemahaman yang kurang terhadap potensi siswa, baik potensi akademik maupun psikologis.
Karakter Di sisi lain, perkembangan karakter remaja juga memberikan andil bagi kemunculan permasalahan. Ketidakstabilan emosi ditunjang kohesivitas, konformitas, dan solidaritas tinggi dalam kelompok sebaya mendorong remaja mengambil keputusan secara tidak realistik dan tidak rasional, termasuk dalam memilih jurusan. Beberapa siswa berasumsi pilihan teman dalam kelompok adalah pilihan terbaik pula bagi mereka.
Permasalahan terjadi juga karena ada persepsi keliru di masyarakat. Misalnya, anggapan bahwa jurusan tertentu lebih baik ketimbang jurusan lain. Atau, jurusan tertentu dianggap tepat bagi siswa yang tak berprestasi dan siswa yang berperilaku negatif. Padahal, pada hakikatnya semua jurusan mempunyai kelas dan peluang sama untuk berkarier bagi siswa kelak.
Bila salah memilih jurusan akan mengakibatkan problem psikologis dan akademis.
Mempelajari sesuatu yang tak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat sangat tak menyenangkan.
Belajar di jurusan yang tidak tepat juga menyebabkan potensi tidak berkembang, sehingga prestasi pun tidak optimal. Karena itu, agar program penjurusan sesuai dengan tujuan, para siswa dan orang tua hendaknya lebih arif, objektif, realistis, dan rasional. Mereka harus mengedepankan pertimbangan potensi siswa daripada gengsi. Tidak mengejar prestise, tetapi prestasi. (37)
- Dra Galuh Wijayanti MPd, guru BK SMA 12 Semarang, Sekretaris MGBK SMA Kota Semarang
Permasalahan yang sering terjadi dalam proses penjurusan adalah pemaksaan kehendak untuk masuk ke jurusan tertentu dengan mengesampingkan potensi siswa dan tak berpihak pada kelancaran kesuksesan studi siswa. Itu banyak disebabkan oleh pemahaman yang kurang terhadap potensi siswa, baik potensi akademik maupun psikologis.
Karakter Di sisi lain, perkembangan karakter remaja juga memberikan andil bagi kemunculan permasalahan. Ketidakstabilan emosi ditunjang kohesivitas, konformitas, dan solidaritas tinggi dalam kelompok sebaya mendorong remaja mengambil keputusan secara tidak realistik dan tidak rasional, termasuk dalam memilih jurusan. Beberapa siswa berasumsi pilihan teman dalam kelompok adalah pilihan terbaik pula bagi mereka.
Permasalahan terjadi juga karena ada persepsi keliru di masyarakat. Misalnya, anggapan bahwa jurusan tertentu lebih baik ketimbang jurusan lain. Atau, jurusan tertentu dianggap tepat bagi siswa yang tak berprestasi dan siswa yang berperilaku negatif. Padahal, pada hakikatnya semua jurusan mempunyai kelas dan peluang sama untuk berkarier bagi siswa kelak.
Bila salah memilih jurusan akan mengakibatkan problem psikologis dan akademis.
Mempelajari sesuatu yang tak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat sangat tak menyenangkan.
Belajar di jurusan yang tidak tepat juga menyebabkan potensi tidak berkembang, sehingga prestasi pun tidak optimal. Karena itu, agar program penjurusan sesuai dengan tujuan, para siswa dan orang tua hendaknya lebih arif, objektif, realistis, dan rasional. Mereka harus mengedepankan pertimbangan potensi siswa daripada gengsi. Tidak mengejar prestise, tetapi prestasi. (37)
- Dra Galuh Wijayanti MPd, guru BK SMA 12 Semarang, Sekretaris MGBK SMA Kota Semarang
0 komentar:
Posting Komentar